Mayjen Fuad Basya: TNI 100 Persen Netral

Menurut Kapuspen TNI Mayjen Fuad Basya, TNI berada di belakang Polri saat mengamankan pilpres mendatang.

oleh Liputan6 diperbarui 25 Apr 2014, 22:45 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2014, 22:45 WIB
M Fuad Basya
M Fuad Basya (Kapuspen TNI) (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Seusai Pemilu Legislatif 9 April 2014, rakyat Indonesia akan kembali menggunakan hak demokrasi dengan memilih pasangan calon presiden-wakil presiden (capres-cawapres). Bursa capres ataupun cawapres pun kian semarak. Tak hanya kalangan sipil ataupun politisi, mantan petinggi dan pejabat militer aktif bahkan digadang-gadang untuk bertarung saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 9 Juli mendatang.

Wacana komposisi capres-cawapres memang cukup bervariasi. Ada capres dari sipil hendak dipasangkan dengan cawapres mantan petinggi militer. Ada pula capres dari sipil dijagokan berpasangan dengan petinggi TNI yang masih aktif. Serta, capres purnawirawan jenderal bergandengan dengan cawapres sipil.

Semua memang belumlah final, pilpres pun masih 2 bulan lebih baru akan digelar. Namun, manuver sejumlah partai politik dan koalisi tetap `melirik` kepada sosok militer. Kendati, menjelang Pemilu Legislatif 9 April lalu, pihak TNI kerap menegaskan netralitas sebagai lembaga pertahanan negara.

Netralitas ini kembali ditegaskan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal TNI M. Fuad Basya. Berikut petikan bincang-bincang Christiana Wijaya bersama Mayjen TNI M. Fuad Basya saat berkunjung ke Kantor Redaksi Liputan6.com, SCTV Tower, Senayan, Jakarta pada 24 April 2014:

Indonesia sekarang ini sedang bulan-bulan politik, bagaimana peran TNI menghadapi pilpres mendatang?

Dalam menghadapi pilpres TNI sudah menyiapkan suatu kegiatan yang sebenarnya kegiatan ini bukan parsial, khusus untuk pilpres tidak. Kami sudah menyiapkan lengkap dari pileg sampai pilpres. Dan seandainya terjadi pilpres tahap kedua, kami sudah siapkan tahapan-tahapannya itu. Jadi kegiatan TNI ini sifatnya mendukung pengamanan yang dilaksanakan oleh Polri. Polri di depan, kemudian kita di belakang. Kami harapkan tidak sampai TNI bergerak, cukup di depan Polri, semua aman.

Tapi TNI selalu siap membantu?

Selalu, kami bahkan sudah siapkan sebanyak 30 ribu pasukan (diperbantukan) ke Polri, khusus mulai tanggal 1-15 Juli. Jadi 30 ribu lebih pasukan sudah berada di Polri dan digunakan Polri tanpa minta izin Panglima TNI. Nah, itu berlanjut. Jika seandainya berlanjut pilpres tahap kedua atau sampai 2 putaran, kami sudah siapkan juga tanggal 17-23 (Juli) pasukan siap membantu Polri.

Bagaimana antisipasi jika pilpres terjadi kerusuhan?

Kami (TNI) sangat berharap pilpres seperti halnya pileg (pemilu legislatif) kemarin, semua berjalan dengan baik aman, lancar. Siapa pun yang terpilih semua bisa menerima, itu yang kami harapkan. Namun demikian, sebagai TNI jangankan dalam kondisi seperti ini (pemilu), dalam kondisi biasa pun kami selalu menyiapkan diri untuk hal yang mungkin tidak bagus. Apalagi kondisi pilpres ini kami siapkan.

Kalau toh ada kenaikan tensi sedikit dari sebelumnya itu sesuatu yang wajar. Tapi tidak mungkin sampai ke tensi yang sangat tinggi. Kalau memang tensi sampai tingkat tinggi, Panglima (TNI) sudah tekankan bahwa TNI itu hanya 3 yang dipegang. Kalau sudah masalah kedaulatan negara, keutuhan wilayah, keselamatan bangsa, TNI tidak boleh ada toleransi lagi.

Keluarga TNI Pilih Siapa?


Keluarga besar TNI kan banyak. Untuk pilpres ada untuk pemilihan suara yang ditujukan untuk partai ini atau partai itu, capresnya kan ada dari sipil dan militer?

Bagi TNI kalau keluarga di luar wewenang kita, mereka pilih apa saja. (Memilih) mantan tentara, itu hak mereka. Bagi TNI siapa pun yang ikut dalam pilpres apakah itu dia tentara atau sipil nanti yang menang jadi panglima tertinggi.

Jadi nggak bisa milih-milih, kami 100% netral, kalau tidak netral pasti akan diambil tindakan ketidaknetralannya sampai di mana. Jadi kita tidak mempengaruhi sama sekali karena siapa pun yang terpilih nanti, mau dari sipil atau militer semua menjadi panglima tertinggi.

Di Aceh dan Papua akhir-akhir ini ada kerusuhan, bagaimana antisipasi pada saat pilpres di dua tempat ini?

Saya kira kalau ada kerusuhan di Aceh, Papua, dan daerah-daerah lainnya bukan hanya saat jelang pemilu saja. Namun kita mengantisipasi menjelang pemilu baik pileg maupun pilpres. Yang jelas pasukan yang ada di daerah tersebut sudah diplot tempatnya, tidak mungkin saya sebut di mana saja karena tidak boleh saya sebutkan.

Yang jelas apa pun yang akan terjadi perkembangan situasi pasukan kami siap. Sekali lagi, apa yang terjadi yang sifatnya tindakan-tindakan awal itu adalah kewenangan rekan kita Polri. Kalau intensitasnya naik, Polri gunakan pasukan kami yang sudah kita BKO (bawah kendali operasi) kan ke polisi.

Dan itu di bawah kendali polisi, bukan di bawah kendali kita, 30 ribu lebih (personel) yang kita serahkan mulai 1-15 Juli lepas kendali dari kami. Kami di belakang setelah itu, masih ada 2 lapis lagi kita di belakang. Kami berharap semua lancar, aman, semua (capres-cawapres) yang terpilih disenangi, yang tidak terpilih kami harapkan tidak kecewa.

Alutsista, TNI Pilih Impor atau Lokal?


Beralih soal alutsista, TNI kan pembeliannya disebut-sebut lewat calo? Bagaimana sikap ke depannya?

Sebenarnya istilahnya bukan calo, mereka ada yang menjadi perwakilan dari masing-masing pabrik yang ada di Indonesia. Tapi, sekarang ada asas keterbukaan.

(Jadi) tinggal dari TNI menentukan spec take (spesifikasi yang diinginkan) apa yang kami butuhkan. Misalnya, kami membutuhkan meriam, kendaraan tempur spec take-nya ini seperti apa, dilempar kepada masyarakat kepada mereka yang siap mengadakan itu.

Silakan mereka bersaing, siapa yang bisa memenuhi spec take ini. Dan menentukan spec take ini tidak tiba-tiba, ada prosesnya. Jadi di angkatan itu sendiri ada Wantuada, Dewan Penentuan Pengadaan, sebelum itu ada namanya Wanhartu, itu stok operasi menentukan kira-kira saya butuh alatnya seperti apa, kemudian masuk ke Wantuada.

Kemudian mulai spec take lebih detail, masuk ke Mabes TNI namanya Wanjaktu, Dewan Kebijakan Penentuan, di sana dirapatkan lagi (oleh) 3 angkatan, di angkatan itu ada TNI sendiri, AD (Angkatan Darat), AU (Angkatan Udara), dan AL (Angkatan Laut). Mereka yang menentukan mana alat-alat ini yang bisa menjadi alat-alat yang bisa interproduktivitas? Di antara mereka, sehingga semua angkatan bisa bekerja sama dengan baik.

Kalau untuk senjata, TNI pilih lokal atau impor?

Kalau bisa milih lokal, tapi yang kualitas impor, ini sedang dikembangkan baik dari PT PAL (PAL Indonesia), dari PT DI (Dirgantara Indonesia), mereka semua bersaing bagaimana memproduksi alutsista lokal, tapi berkualitas impor. Makanya, sekalipun kami beli impor karena kami belum produksi itu sekarang rata-rata dengan persyaratan TOT (transfer of technology).

Di mana pun kita beli tidak boleh 100% dari sana, nanti transfer teknologi dari kita, pelan-pelan nanti kita isi, mudah-mudahan lama-lama kami bisa mengadakan sendiri.

Tweeps Bertanya, Kapuspen Menjawab


Bincang-bincang Liputan6.com dengan Kapuspen TNI Mayjen Fuad Basya juga diisi dengan pertanyaan dari beberapa pengguna media sosial Twitter. Berikut petikan pertanyaan dari beberapa pengguna Twitter:

Seberapa kuat pertahanan militer kita saat ini?

Yang jelas pertahanan negara kita sekarang cukup solid, memenuhi standar, termasuk alutsista yang kita miliki memenuhi standard untuk melaksanakan pertahanan negara, sekalipun belum optimal karena masih tahap MEV, tapi yakinlah dengan MEV ini kami sudah mampu mempertahankan negara kita secara optimal, ditambah profesionalitas prajurit-prajurit di lapangan.

Jadi nggak usah khawatir, tanggung jawab TNI dan TNI akan menjamin seperti yang saya sampaikan tadi, kedaulatan negara, keutuhan wilayah, keselamatan bangsa, tanggung jawab TNI.

Mengapa TNI dan polisi sering terlibat perselisihan?

Jadi TNI dan Polri tidak pernah terlibat perselisihan, yang berselisih itu oknum-oknum. Saya kira wajar-wajar saja kita memiliki prajurit lebih dari 500 ribu demikian juga polisi. Kami merekrut orang dari berbagai sumber, berbagai kalangan, berbagai macam watak, tingkat pendidikan.

Dari pergaulan awalnya, biasanya awalnya masuk tentara atau polisi mereka kan dinolkan dan diberikan wawasan-wawasan tentara, wawasan-wawasan polisi. Dan tidak semua bisa menangkap hal yang sama, ada yang tertinggal, sehingga pada saat menjadi tentara atau polisi, masih terbawa, tapi itu jumlahnya tidak banyak, tidak pernah TNI berselisih dengan Polri, itu hanya beberapa oknum saja dan bisa kita selesaikan semua. Artinya secara institusi kita tidak ada masalah.

TNI pakai barang KW (palsu), kok bangga?

Saya kira tidak usah saya tanggapi, yang dimaksud pakai KW yang mana?

Ingin bergabung jadi anggota TNI, bagaimana caranya?

Sangat gampang, yang penting yang pertama kita punya 3 kelas, ada tamtama, bintara, perwira. Di perwira sendiri ada beberapa juga. Yang dari tamtama itu minimal lulusan SMA, bintara minimal lulus SMA, sehat jasmani rohani, yang terpenting, juga mental harus bagus. Karena kalau intelek dan fisik bagus, mentalnya tidak bagus, wah itu mental yang utama.

Kemudian untuk perwira melalui Akabri atau Akademi TNI, atau PSDP untuk penerbang khusus ada sendiri, itu juga lulusan SMA. Nanti ada nilai minimal kita umumkan terbuka, bisa via internet dan yang pasti tidak ada pakai uang, daftar, pendidikan sampai lulus tidak pakai uang, gratis. Kalau ada yang pakai uang laporkan. Nah, kalau ada yang nakal, ada aja tapi bukan institusinya. Nggak usah minta-minta sponsor, memenuhi syarat pasti masuk.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya