Liputan6.com, Jakarta - Kesedihan mendalam kerap melanda keluarga saat menghadapi kematian orang tercinta. Dalam suasana duka itu, air mata pun tak terbendung. Namun, sebagian masyarakat masih mempertanyakan: apakah air mata yang menetes ke jenazah bisa menghambat perjalanannya ke alam barzakh?
Pertanyaan tersebut tak jarang muncul di tengah kebingungan saat menghadapi sakaratul maut dan prosesi kematian. Rasa tidak rela yang menyelimuti hati keluarga kadang menimbulkan kekhawatiran, apakah perasaan itu akan berdampak pada sang mayat?
Dai kondang KH Yahya Zainul Ma’arif, atau yang dikenal sebagai Buya Yahya, menjawab keresahan itu dengan penjelasan yang menenangkan. Ia menegaskan bahwa tidak ada hubungan langsung antara tetesan air mata dan beratnya perjalanan ruh si mayat di alam barzah.
Advertisement
Buya Yahya menjelaskan bahwa yang dilarang dalam syariat Islam adalah sikap tidak rela terhadap keputusan Allah, bukan kesedihan atau tangisan itu sendiri. “Yang haram adalah tidak rela dengan keputusan Allah,” ujarnya.
Ia menerangkan bahwa menangis adalah bentuk perasaan alami yang bahkan pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW saat putranya, Ibrahim, wafat. Tangisan itu adalah ungkapan duka, bukan bentuk penolakan terhadap takdir.
Dikutip dari kanal YouTube @siramanrohani824, Buya Yahya berkata, “Baginda Nabi ketika putranya meninggal, menangis. Beliau bersabda, ‘Mata menangis, hati bersedih, namun lisan tetap ridho atas keputusan Allah’.”
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Kesedihan itu Manusiawi, Menangis Wajar
Menurut Buya Yahya, kesedihan itu manusiawi. Menangis adalah respon wajar saat kehilangan, dan tidak semua tangis menunjukkan ketidakikhlasan. Yang berdosa adalah jika tangisan disertai kemarahan kepada Allah atau penolakan terhadap ketetapan-Nya.
Ia menekankan bahwa tidak boleh ada anggapan bahwa tangisan adalah sebab siksa bagi yang meninggal. “Menangis tidak dilarang. Yang dilarang adalah meratap, memukul wajah, merobek baju, atau berkata kasar karena tidak terima,” ujarnya.
Dalam ceramahnya, Buya Yahya memberi contoh bahwa seorang wanita yang kehilangan suami wajar jika ia menangis, sebab kadang hanya itu cara ia mengekspresikan kesedihannya. Maka jangan melarangnya.
“Jangan ada yang melarang tangis. Itu pelampiasan. Bahkan kadang justru sehat jika dikeluarkan. Tapi tetap harus diatur dalam batasan syariat,” kata Buya Yahya lebih lanjut.
Lalu bagaimana jika air mata jatuh ke tubuh jenazah? Buya Yahya menjawab dengan tegas bahwa hal itu tidak menyebabkan mayat tersiksa atau terhambat di alam barzakh.
“Air mata tidak ada urusannya. Tidak akan membuat si mayat terseret atau terhambat jalannya ke alam barzakh,” jelasnya.
Buya menjelaskan bahwa yang justru bisa menjadi masalah adalah jika semasa hidup, si mayat mewasiatkan kepada keluarganya untuk berpura-pura bersedih dan menangis sejadi-jadinya setelah ia meninggal.
Advertisement
Tetap Beradab meski Berduka
“Itu yang haram. Karena dia menyuruh orang lain melakukan sesuatu yang melanggar syariat. Jika itu dilakukan, maka yang berdosa adalah si mayat karena mewasiatkan perbuatan dosa,” ungkapnya.
Menurutnya, tangisan yang jujur karena sedih kehilangan orang tercinta bukanlah perbuatan dosa, apalagi sampai memberatkan si mayat. Tapi jika tangis dibuat-buat demi pencitraan, maka itu keliru.
Ia juga meluruskan kesalahpahaman di masyarakat yang menyebut bahwa tangisan menyebabkan mayat tersiksa. “Itu dari mana? Nabi saja menangis. Kalau itu menyebabkan siksa, tentu Nabi tidak akan melakukannya,” tegas Buya Yahya.
Buya Yahya juga menjelaskan bahwa jika ada anggota keluarga yang tidak rela terhadap kematian dan bahkan menyalahkan Allah, maka itu menjadi dosanya sendiri, bukan dosa si mayat.
“Kalau ada anak yang bilang, ‘Ya Allah, kenapa Kau ambil ayahku?’, itu dosanya anak tersebut. Tidak ada hubungannya dengan si mayat. Yang berdosa adalah yang hidup karena tidak rela,” paparnya.
Dengan demikian, yang perlu dikhawatirkan bukanlah air mata, melainkan sikap hati terhadap takdir Allah. Karena ridho atas keputusan-Nya adalah bentuk keimanan yang sejati.
Tangisan, selama bukan karena protes pada Allah, tetap diperbolehkan. Bahkan bisa menjadi bentuk cinta dan belas kasih terhadap orang yang telah tiada.
Buya Yahya pun menutup penjelasannya dengan mengajak umat Islam agar tetap beradab saat berduka, tidak melarang orang lain menangis, dan tidak pula menciptakan sandiwara kesedihan yang dibuat-buat.
“Biarkan orang menangis. Itu bagian dari fitrah manusia. Tapi jangan jadikan kematian sebagai panggung drama,” tutupnya dengan tegas.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
