Liputan6.com, Jakarta Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan, berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM, termasuk kasus kerusuhan Mei 1998, harus segera diselesaikan oleh siapapun yang terpilih dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 mendatang. Meski, secara pribadi dia agak pesimistis calon presiden (capres) yang ada sekarang dapat menuntaskan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM tersebut.
"Siapa pun Presiden terpilih nantinya, termasuk Jokowi, maka para pegiat HAM akan tetap kritis mendesak segera dituntaskannya kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM masa lalu tersebut," ujar Haris dalam diskusi publik 'Mengingat dan Mengupas Kasus Mei 1998' yang digelar Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) dan Freedom Institute di Cikini Jakarta, Senin (19/5/2014).
"Untuk urusan HAM, yang saya concern (perhatian) betul hari ini. Saya tidak mau kurangi daya kritis saya, saya tetap concern semua kejahatan itu harus diungkap kebenarannya," imbuhnya.
Apabila, lanjutnya, ada kejahatan yang luar biasa, maka siapa yang terlibat harus diadili karena jika melihat rekam jejak (track record) capres yang ada, memang sulit mengharapkan Prabowo Subianto yang diusung Partai Gerindra untuk dapat menuntaskan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM tersebut.
"Sementara, capres yang diusung PDI Perjuangan Joko Widodo, juga bakal menghadapi sejumlah tantangan, jika memang berkomitmen hendak menyelesaikan kasus-kasus HAM di masa lalu," ungkap dia.
Pasalnya, penuntasan kasus HAM tidak berbicara orang atau tokoh per tokoh, melainkan keterlibatan sebuah rezim. Apalagi, salah satu petinggi partai pendukung koalisi Jokowi, yakni Wiranto juga perlu dimintai keterangannya atas kasus HAM masa lalu, seperti kerusuhan Mei 1998 dimana saat itu Wiranto menjabat sebagai Panglima ABRI.
Meski demikian, dia pun tak berharap, jika komitmen Jokowi untuk menuntaskan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM masa lalu juga akan berujung janji-janji semata jika nantinya terpilih sebagai Presiden.
"Persoalan HAM ini pelik, yang dihadapi bukan orang per orang, tapi rezim militerisme masa lalu. Jokowi, mampu kah menuntaskan kasus kejahatan rezim militerisme ini? Tidak hanya soal tembak-menembak? Misal, soal tanah-tanah yang dikuasai militer selama Orba. Sanggup nggak? Ini bukan hanya menyasar satu dua orang saja, tapi rejim,” tutur dia.