Keterwakilan Dihapus, Koalisi Perempuan Ajukan Uji Materi UU MD3

Perlakuan tersebut sebagai bentuk penghilangan hak konstitusional perempuan sebagai WNI yang punya hak sama dalam bidang politik dan hukum

oleh Taufiqurrohman diperbarui 19 Agu 2014, 15:37 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2014, 15:37 WIB
Mahkamah Konstitusi

Liputan6.com, Jakarta - Rombongan perempuan yang tergabung dalam Koalisi untuk Perjuangan Keterwakilan Perempuan mendatangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka terdiri dari Yayasan Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan Perkumpulan Mitra Gender.

Kedatangan mereka untuk mengajukan uji materi atau judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Uji materi didasarkan pada hilangnya pasal yang menyatakan tentang keterwakilan perempuan dalam UU tersebut.

"Anggota dewan menghilangkan kata keterwakilan perempuan dari seluruh pasal dan ayat yang ada pada UU MD3 lama (UU No 27 tahun 2009)," kata Koordinator tim pengajuan tinjauan ulang Yuda Irlang, saat berada di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (19/8/2014).

Yuda menganggap, perlakuan tersebut sebagai bentuk penghilangan hak konstitusional perempuan sebagai WNI yang punya hak sama dalam bidang politik dan hukum. Keberadaan UU MD3, lanjutnya, telah menutup peluang perempuan untuk ikut serta dalam kepemimpinan di dewan.

"Ini merupakan 1 masalah yang serius. Sedangkan permasalahan perempuan luar biasa. Keterlibatan perempuan dalam aspek pembangunan dihambat," cetusnya.

Setelah mengalami revisi, tidak ada lagi pasal yang berisi tentang keterwakilan perempuan dalam UU Nomor 27 tahun 2009 seperti dalam Pasal 101 ayat 2, Pasal 106 ayat 2, Pasal 119 ayat 2, Pasal 125 ayat 2, Pasal 132 ayat 2, dan Pasal 138 ayat 2.

Akibatnya, keseluruhan pasal dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 seperti dalam Pasal 97 ayat 2 tentang ketentuan pimpinan komisi, Pasal 104 ayat 2 tentang pimpinan badan legislasi, Pasal 109 ayat 2 tentang pimpinan badan anggaran, Pasal 115 ayat 2 tentang pimpinan BKSAP, Pasal 121 ayat 2 tentang mahkamah kehormatan dewan, Pasal 152 ayat 2 tentang pimpinan BURT, dan Pasal 158 ayat 2 tentang pimpinan panitia khusus, tidak lagi mencantumkan aturan keterwakilan perempuan.

"Kami mengajukan permohonan pengujian pasal-pasal dimaksud terhadap Pasal 28D ayat 1, Pasal 28H ayat 2 dan Pasal 28J ayat 2 UU 1945," tulis mereka dalam pernyataan ke MK.

Koalisi ini pun kemudian meminta agar Pasal 97 ayat 2, Pasal 104 ayat 2, Pasal 115 ayat 2, Pasal 121 ayat 2, Pasal 152 ayat 2, Pasal 158 ayat 2 dinyatakan berlaku konstitusional bersyarat dengan memperhatikan keterwakilan perempuan dalam jumlah anggota di tiap fraksi.

Koalisi ini juga menyertakan nama-nama politisi perempuan seperti Khofifah Indar Parawansa, Rieke Diah Pitaloka, Aida Fitayala, dan Yuda Kusmaningsih. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya