Liputan6.com, Mataram - Seiring datangnya musim kemarau, masyarakat Suku Sasak di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mulai menggelar turnamen Peresean di beberapa lokasi.
Kali ini turnamen Peresean dilaksanakan di Lapangan Umum Desa Kota Raja, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur.
Peresean adalah sebuah seni pertarungan tradisional antara dua petarung yang disebut 'pepadu'. Mereka bertarung menggunakan rotan sebagai pemukul yang disebut penjalin. Ujung rotan dilapisi balutan aspal dan pecahan beling yang ditumbuk sangat halus.
Setiap pepadu harus memegang pelindung atau perisai yang disebut ende. Perisai ini terbuat dari kulit sapi atau kulit kerbau.
Menurut salah seorang Pelestari Budaya Sasak , Mursip, peresean telah dilakukan secara turun temurun oleh Suku Sasak di Pulau Lombok sejak ratusan tahun lalu.
"Pada mulanya peresean adalah ritual adat yang biasanya digelar saat musim kemarau tiba untuk memanggil hujan," ujar Mursip kepada Liputan6.com, Jumat (12/9/2014).
Pertunjukan peresean berlangsung dalam 3 atau 5 ronde, dengan aturan memukul seluruh bagian badan dari pinggang ke atas. Namun jika bagian bawah terkena akibat pukulan dari atas tidak merupakan sebuah pelanggaran.
Kriteria pemenang pada presesaian ini adalah pepadu yang mendapatkan pukulan paling sedikit dengan bukti bekas pukulan di badan.
Sebelumnya, pertarungan Peresean ini sangat disakralkan oleh masyarakat Suku Sasak. Tapi seiring perkembangan zaman, saat ini Peresean juga digelar untuk memeriahkan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bertujuan untuk menarik perhatian masyarakat.
Peresean merupakan salah satu budaya tradisional warga Sasak Lombok yang sangat menjujung tinggi nilai sportifitas, karena sekalipun para pepadu di dalam arena saling pukul dengan sengit hingga ada yang harus mengeluarkan darah, tapi setelah pertandingan selesai mereka saling berpelukan. Tak boleh ada dendam sedikitpun di antara pepadu setelah bertarung. (Mvi)
Energi & Tambang