Perusak Eks Gedung Markas Tentara Pelajar Yogya Diancam 15 Tahun

Penyidik sempat mengalami kendala dalam menyerahkan 2 tersangka perusak bangunan cagar budaya tersebut.

oleh Yanuar H diperbarui 17 Sep 2014, 06:43 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2014, 06:43 WIB
Cagar Budaya
Monumen Markas Tentara Pelajar di Yogya. (Antara/monumenri.blogspot.com)

Liputan6.com, Yogyakarta - Kasus perusakan bangunan cagar budaya SMA 17 Yogyakarta menemui jalan terang. Sebab, dua tersangka perusak bangunan yang didirikan pada 17 Juli 1946 itu telah diserahkan ke pihak Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 9 September 2014.

Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Polda DIY Tri Wiratmo mengatakan penyidik sempat mengalami kendala dalam menyerahkan dua tersangka tersebut. Sebab, tersangka yang berdomisili di Purwokerto, Jawa Tengah tidak bisa ditemui.

2 Tersangka atas nama Mohammad Zakaria dan Yoga Trihandoko diancam dengan Pasal 105 jo pasal 66 dan atau pasal 113 Undang-Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya ancaman paling sedikit 1 tahun paling lama 15 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 5 miliar. MZ diketahui sebagai pengusaha kaya di Purwokerto.

"Kendala pemilik jauh di Purwokerto. 6 kali ke sana dan belum ketemu. Atas pendekatan dengan kesadaran datang sendiri dan bisa kita serahkan ke Kejati," ujar Tri di Dinas Kebudayaan DIY, Kota Yogyakarta, Selasa (16/9/2014).

Tri menyebut kasus perusakan ini masuk dalam kasus lex specialis hukum pidana. Menurut dia, setiap orang bahkan pemilik dari bangunan cagar budaya dapat dikenai hukuman UU Cagar Budaya tersebut.

Untuk itu imbuh Tri, pihaknya telah meneliti kasus perusakan bangunan ini pada 11 mei 2013 lalu. Tri menyebut MZ mengaku sebagai pemilik dari bangunan cagar budaya itu.

Sementara, YT orang yang melakukan eksekusi terhadap perusakan bangunan yang dulu digunakan Markas Tentara Pelajar itu. Tri mengaku kasus ini ditujukan bukan dalam kasus perdata dan pidana. Tapi kasus khusus perusakan bangunan cagar budaya.

"MZ ini ngakunya telah membeli Rp 24 miliar, tapi baru dibayarkan Rp 18 miliar. Tapi kita ke kasus perusakannya. Walaupun misalnya nanti dia ternyata pemilik dari bangunan itu juga tetap kena UU tentang BCB. Jadi ini lex specialis tentang bangunan cagar budaya," ujar Tri.

Hal yang sama juga diungkapkan Eko Hadiyanto tim PPNS DIY banyaknya orang yang mengaku sebagai pemilik dari bangunan cagar budaya tidak dipermasalahkannya. Ia hanya fokus dalam perusakan BCB yang telah dilakukan. Selain dikenai ancaman hukuman tersangka juga harus memperbaiki bangunan yang telah dirusaknya.

"Persoalan perdata ada, tapi lebih ke perusakan cagar budaya. Ini sengketa banyak mengaku memiliki. BV menjual ke MZ. Sertifikat belum keluar karena belum terbayarkan semuanya intinya ke kasus perusakan BCB. Soalnya yang ngaku punya sertifikat banyak tapi kita ke BCB-nya," ujar Eko.

Saat ini dua tersangka sudah menjadi tahanan Kejati DIY. Namun ia menegaskan pihak PPNS hanya berwenang sampai pada penyerahan tersangka ke Kejati DIY. Selain itu barang bukti juga sudah diserahkan ke Kejati.

"Genteng, kayu linggis alat yang merusak bangunan cagar budaya dijadikan barang bukti. PPNS menyerahkan ke Kejati DIY. Walaupun tersangka menjadi tahanan luar itu pihak Kejati yang berwenang. Ya tersangka mereka lapor setiap Kamis dan Senin," ujar dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya