Kisah Puting Beliung dan Awan Kumulonimbus

Hujan kembali mengguyur sore ini pasca-angin puting beliung melanda kawasan Bandung Timur, Jawa Barat pada Kamis 18 Desember 2014 kemarin.

oleh Nadya Isnaeni diperbarui 19 Des 2014, 19:17 WIB
Diterbitkan 19 Des 2014, 19:17 WIB
ilustrasi puting beliung bandung
(Ilustrasi puting beliung Bandung)

Liputan6.com, Jakarta - Hujan kembali mengguyur sore ini pasca-angin puting beliung melanda kawasan Bandung Timur, Jawa Barat pada Kamis 18 Desember 2014 kemarin. Walikota Bandung Ridwan Kamil pun memperingatkan warganya untuk waspada.

"Warga Bandung hujan mulai datang, mohon bersiaga jika bentuk awan membentuk pilinan vertikal seperti tornado," kata Ridwan Kamil dalam akun Twitter-nya, Jumat (19/12/2014).

Warga di selatan Pulau Jawa memang harus mewaspadai potensi angin puting beliung dalam beberapa hari ke depan. Karena Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi, hingga 3 hari ke depan, kawasan Jawa Barat bagian selatan, Jawa Tengah bagian selatan, dan Jawa Timur bagian selatan memiliki potensi puting beliung.

Apa itu puting beliung?

Puting beliung merupakan sebutan lokal untuk tornado skala kecil yang terjadi di Indonesia. Berupa angin kencang yang datang secara tiba–tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar seperti spiral hingga menyentuh permukaan bumi dan musnah dalam waktu singkat, sekitar 3–5 menit.

"Puting beliung merupakan angin yang berputar seperti tornado dan belalai," jelas Kepala Bidang Peringatan Dini Cuaca Ekstrem BMKG Kukuh Ribudiyanto kepada Liputan6.com.

Kukuh mengatakan, kekuatan tornado yang menerjang Indonesia adalah yang terkecil. Jika berdasarkan Skala Fujita dari F0-F5, maka kekuatan tornado di Tanah Air berada pada skala terkecil, yakni F0. Luas daerah yang terkena dampaknya sekitar 5–10 kilometer alias sangat lokal. 

"F0 kisarannya 25 knot atau sekitar 45 km/jam," papar Kukuh.

Sebenarnya, sambung dia, daya rusak puting beliung tak terlalu besar. Namun daya jangkau angin dari awan yang menuju ke daratan terbilang luas untuk sekali hempasan. Di bagian ujung-ujung puting beliung, kecepatan anginnya bahkan sampai 40 knot atau sekitar 75 km/jam.

"Cuma di ujung-ujungnya saja," tutur dia.

Selanjutnya: Berasal dari Awan Kumulonimbus...

Berasal dari Awan Kumulonimbus

Berasal dari Awan Kumulonimbus

Angin puting beliung sebenarnya berasal dari awan kumulonimbus. Pernah melihat awan hitam besar menggantung yang berkumpul di suatu titik menyerupai bunga kol atau jamur raksasa? Awan itulah yang disebut sebagai kumulonimbus.

Namun tak semua awan kumulonimbus menimbulkan puting beliung. Kepala Bidang Peringatan Dini Cuaca Ekstrem BMKG Kukuh Ribudiyanto menyatakan, hal ini tergantung dari ketebalan dan luasan dari awan kumulonimbus. Makin tebal dan makin luas, efeknya bakal bertambah besar. Bahkan bisa lebih hebat dari puting beliung.

"Awan itu nanti berpotensi ke hujan lebat, puting beliung, hujan es," tutur dia.

Apa tanda-tanda kehadiran awan kumulonimbus?

Biasanya, cuaca pada pagi hari cenderung cerah, panas, dan lembab. Namun makin siang, awan-awan hitam berkembang cepat menyerupai bunga kol raksasa yang menggantung di langit. Biasanya kehadiran awan ini disertai petir juga.

"Biasanya memang muncul masa matang selepas siang, sore, hingga menjelang malam hari. Lalu jam 14.00-15.00 WIB terjadi  hujan lebat," papar dia.

Awan ini mencapai tahap dewasa atau matang sejak siang hingga menjelang malam hari. Terjadinya puting beliung bergantung pada proses pertumbuhan awan. Karena itu, Kukuh menuturkan, puting beliung bakal selalu terjadi pada sore hingga menjelang malam hari.

Awan kumulonimbus, kata dia, biasanya terjadi pada masa transisi atau peralihan musim. Namun mengapa puting beliung di Bandung terjadi pada masa-masa jelang puncak musim hujan?

Kukuh menilai, itu berarti angin barat atau muson barat sedang melemah. Ada banyak faktor yang mempengaruhi, yakni rendahnya tekanan udara, massa uap air yang masuk ke Jawa berkurang.

"Kemudian karena biasanya hujan kan lembab, ada radiasi matahari," ujar dia.

Sebelumya, angin puting beliung melanda kawasan Bandung Timur, Jawa Barat. Akibat sapuan angin ini, Nenek Suti (97) warga Jalan Pangarang RT 2 RW 4, Kelurahan Cipadung Wetan, Kelurahan Panyileukan, Kota Bandung, tewas tertimpa bangunan rumah yang rubuh pada Kamis 18 Desember 2014. (Ndy/Ans)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya