Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia membuka seluas-luasnya bantuan dari negara asing pascainsiden yang menimpa AirAsia QZ8501. Sudah ada Amerika Serikat, Singapura, Rusia, dan negara lainnya memberikan bantuan mencari dan mengevakuasi penumpang Pesawat AirAsia yang hilang dan jatuh kontak sejak Minggu 28 Desember 2014.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, tidak khawatir dengan keterbukaan tersebut. Bantuan tersebut tidak membahayakan.
"‎Nggak (membahayakan bagi Indonesia), kan kita butuh alat lebih canggih lagi, dan juga kan saling kerja sama internasional, penting, di mana pun‎," kata JK di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (6/1/2015).
"Banyak sekarang dunia itu, terbuka," tambah dia.
‎Selain itu, JK juga menegaskan, biaya evakuasi ada yang ditanggung pemerintah, AirAsia, dan negara asing yang bersangkutan. Kewajiban pemerintah hanya membiayai pencarian.
"Ditanggung yang dikerjakan pemerintah, tapi ada juga yang ditanggung pemerintah, ada juga yang ditanggung AirAsia, ada ditanggung negara yang datang. Kewajiban pemerintah pencariannya, itu pasti ditanggung pemerintah, yang lain-lainnya ditanggung AirAsia‎," tandas JK.
Kepala Badan SAR Nasional Marsekal Madya TNI FH Bambang Soelistyo mengatakan, semua negara yang membantu pencarian AirAsia yang diduga jatuh di Selat Karimata berdasarkan keinginan negara itu sendiri.
Kapal dan pesawat yang dikerahkan untuk mencari dan mengevakuasi penumpang juga memakai bahan bakar sendiri.
"Kapal asing yang membantu itu menggunakan bahan bakar sendiri. Dia memiliki tanker yang stand by di Selat Karimata," kata Bambang di Kantor Basarnas, Kemayoran Jakarta Pusat, Selasa (6/1/2015).
Pesawat AirAsia rute Surabaya-Singapura hilang kontak dari Air Traffic Controller (ATC) Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Minggu 28 Desember 2014 sekitar pukul 06.17 WIB. Pesawat dengan nomor penerbangan QZ8501 itu take off dari Bandara Juanda, Surabaya, Jawa Timur pukul 05.20 WIB, dan seharusnya tiba di Bandara Changi, Singapura pukul 08.30 waktu setempat. (Mvi/Ans)