Liputan6.com, Jakarta - Perundingan islah Golkar tahap kedua dianggap belum membuahkan proses yang signifikan untuk mencapai rekonsiliasi. Bendahara Umum Partai Golkar versi Munas Bali, Bambang Soesatyo bahkan mengatakan lebih baik proses perpecahan partai berlambang pohon beringin langsung dibawa ke ranah pengadilan.
"Jalur pengadilan menjadi pilihan terbaik saat ini untuk menyelesaikan perselisihan di internal Partai Golkar. Pasalnya, lebih cepat dan berkepastian hukum dan untuk menghindari perpecahan serta mengakhiri perang urat syaraf yang lebih luas lagi dengan saling mengancam, menyerang dan saling menyakiti," ujar politisi yang akrab disapa Bamsoet tersebut saat dihubungi di Jakarta, Kamis (8/1/2015).
Menurut Bamsoet, sesuai dengan mekanisme Pasal 33 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, terkait penyelesaian perselisihan internal parpol, proses melalui pengadilan tidak akan lama.
"Mengacu kepada UU tersebut, proses pengadilan ini tidak akan berjalan lama dan menggerus elektabilitas Partai Golkar sebagaimana dikhawatirkan banyak pihak," jelas dia.
Dengan demikian imbuh Bamsoet, jika pekan depan sudah dimulai proses pengadilannya, maka Maret atau April (2015) sudah bisa diputuskan hasilnya, sehingga Golkar bisa berjalan kembali.
"Jika pekan depan proses pengadilan berjalan, maka akhir Maret atau paling lama pertengahan April mendatang, perselisihan internal Partai Golkar sudah selesai. Dan selanjutnya dapat dibicarakan tentang islah. Yang menang harus dapat mengakomodir pihak yang kalah. Dan pihak yang kalah menghormati pihak yang menang sesuai keputusan pengadilan negeri tersebut," tandas Bamsoet.
Kubu Agung Belum Berniat Ambil Alih Golkar di Parlemen >>>
Kubu Agung Belum Berniat Ambil Alih Golkar di Parlemen
Kubu Agung Belum Berniat Ambil Alih Golkar di Parlemen
Masalah dualisme kepengurusan di tubuh Partai Golkar belum sepenuhnya terselesaikan. Ada dua kubu, yakni Ketua Umum hasil Munas Bali Aburizal Bakrie atau Ical dan Ketua Umum versi Munas Ancol Agung Laksono. Perpecahan ini bukan tak mungkin merembet ke parlemen.
Namun, Wakil Ketua Umum Golkar versi Munas Ancol, Priyo Budi Santoso menegaskan pihaknya belum berencana mengambil alih Fraksi Golkar di DPR.
"Belum ada rencana dalam waktu dekat ini. Itu juga tidak menjadi bagian yang kita rundingan dalam waktu dekat, jadi memang belum ada," ujar Priyo di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Kamis (8/1/2015).
Kendati demikian, Priyo menegaskan sudah menugaskan Agus Gumiwang untuk menangani masalah di Fraksi Golkar tanpa menggunakan cara-cara yang kasar.
"Dari kami kan sudah menunjuk Pak Agus Gumiwang. Tentu kita akan mengambil langkah-langkah sesuai instrumen yang sah. Bagaimana di lapangan nanti, tentu langkah-langkah yang baik akan diambil. Kita akan berdiskusi," jelas Priyo.
Ia berharap semuanya akan bisa diselesaikan dengan baik dan berjalan seperti biasa. "Mudah-mudahan baik-baik saja. Tidak ada hal lain yang akan terjadi," tandas Priyo Budi Santoso.
Giliran Kubu Agung Laksono Pesimistis >>>
Advertisement
Giliran Kubu Agung Laksono Pesimistis
Sejumlah persoalan belum mencapai kata sepakat dalam perundingan islah Golkar tahap kedua yang digelar di Kantor DPP Partai Golkar, kawasan Slipi, Jakarta Barat, Kamis (8/1/2014).
Sebelumnya, Tantowi Yahya dari kubu Aburizal Bakrie (Ical) atau Golkar versi Munas Bali sudah memprediksi akan terjadi deadlock (kebuntuan) pada perundingan tahap kedua. Kini, giliran kubu Agung Laksono atau Golkar versi Munas Ancol yang pesimistis.
Hanya saja pesimistis yang ditunjukkan Wakil Ketua Umum versi Munas Ancol, Yorrys Raweyai bukan lantaran akan gagalnya proses islah. Namun lebih kepada terjadinya munas rekonsiliasi. Sebab, pada tahap kedua ini, soal kepengurusan masih belum disinggung.
Selain itu, menurut Yorrys, munas rekonsiliasi itu tidak diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar maupun surat keputusan yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
"Yang kita inginkan itu menyatukan visi dulu. Kita ingin rekonsiliasi dengan personel dulu. Memang ada beberapa opsi (untuk mengatur kepengurusan), seperti bikin munas rekonsiliasi. Tapi itu apa sesuai dengan AD/ART Golkar ataupun Surat Kemenkumham," ujar Yorrys di Kantor DPP Golkar, kawasan Slipi, Jakarta Barat, Kamis (8/1/2015) malam.
Menurut dia, dalam AD/ART Golkar hanya dikenal dua musyawarah, yaitu munas dan munaslub. Dengan demikian perlu ada mekanisme lain untuk membuat munas rekonsiliasi.
"Kalau seandainya yang dipilih nanti adalah munaslub, maka harus mendapatkan 2/3 suara dari institusi yang punya suara," jelas Yorrys.
Ia menambahkan, munas rekonsiliasi bisa saja terjadi. Proses munas tersebut bisa saja diwujudkan dengan catatan sekitar 520 orang yang mempunyai hak suara di Golkar harus menyetujuinya.
"Tapi tetap prosesnya masih panjang dan harus menunggu lagi," pungkas mantan Ketua Umum Angkatan Muda Partai Golkar tersebut. (Ans)