Anggaran Siluman dalam Kardus Mi Instan

KPK menyatakan, laporan dari Ahok akan ditelaah terlebih dahulu oleh tim pengaduan masyarakat untuk mencari unsur pidana korupsi.

oleh Sugeng TrionoAndi Muttya KetengLuqman RimadiAudrey Santoso diperbarui 28 Feb 2015, 00:07 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2015, 00:07 WIB
Temukan Dana Siluman, Ahok Lapor KPK
Ahok ditemani Johan Budi keluar gedung KPK usai melaporkan hasil temuannya, Jakarta, Jumat (27/2/2015). Kedatangan Ahok untuk melaporkan temuan dana siluman di Pemerintah Provinsi DKI. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Langkah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mantap meniti tangga Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tangannya membawa setumpuk dokumen yang tebal.

"Mau melaporkan temuan kami mengenai APBD DKI," ujar Ahok di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 27 Februari 2015 petang.

Sejumlah staf Basuki atau Ahok membawa bundelan berkas dugaan adanya dana siluman Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta. Bundelan tersebut bertuliskan Hasil Rapat Pembahasan APBD DKI Komisi A hingga Komisi E. Mereka juga membawa CD yang berisi soft file draft APBD DKI versi e-budgeting dan versi DPRD DKI. Semuanya mencapai 2 buah kardus mi instan.

"Bawa semua kalau bukti. Ini bukti yang kita bawa bukti yang ditandatangani DPRD semua. Kami temukan ini menyimpang dari KUA PPAS (Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara) yang kami tanda tangani," kata dia.

Menurut Ahok, anggaran siluman yang terindikasi merugikan negara hingga Rp 12 triliun per tahun tersebut  sempat ingin dilaporkannya ke KPK sejak Gubernur DKI Jakarta masih dijabat Jokowi.

"Sebenarnya sudah mau kita laporkan sejak zamannya Pak Jokowi, tapi buktinya tidak pernah ada karena selama ini SKPD yang isi. Setelah ada e-budgeting, SKPD tidak bisa isi. Ini DPRD yang membuatnya dan ini baik untuk kami laporkan," sambung dia.

Salah satu Pimpinan sementara KPK Johan Budi yang menerima laporan mengatakan, laporan dari Ahok ini nantinya akan ditelaah terlebih dahulu oleh tim pengaduan masyarakat (Dumas) KPK, untuk mencari unsur pidana korupsi sebelum ditindaklanjuti.

"Setelah proses telaah ketika ditemukan unsur-unsur, kami bisa lakukan proses lebih lanjut apakah penyelidikan atau penyidikan," terang Johan.

Ahok Melawan?

"Mereka (DPRD) mau angketin saya, ya saya angketin mereka juga," ujar Ahok usai melaporkan dugaan penggelembungan anggaran ini ke KPK.

Namun, Ahok membantah laporan ini terkait dengan adanya hak angket yang dilakukan DPRD.

"Kenapa baru sekarang? Kan kami perlu masukkan dulu ke sistem dan dihitung. Angka-angka ini mesti dicari dan disisir. Ini betul-betul banyak, Rp 73 triliun. Kami berterima kasih ke Bappeda yang bekerja sampai pagi untuk menyisir," ujar Ahok di Gedung KPK.

Ahok menjelaskan, setelah menyisir dugaan membengkaknya APBD tersebut, ia kemudian meminta pihak Badan Pengawan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit anggaran itu. Dan hasilnya, terdapat selisih nilai anggaran mencapai Rp 12 triliun.

"Jadi tadi kami datang membawa bukti-bukti perbedaan APBD yang saya ajukan dengan e-budgeting yang disepakati di paripurna dengan yang dibuat oleh DPRD. Ada selisih cukup banyak sampai Rp 12 triliun. Kita juga minta BPKP untuk audit 2015. Yang 2014 sudah menyerahkan audit, dan 2012-2013 sudah ada auditnya," ucap Ahok.

Meski begitu, Ahok mengaku belum tahu siapa saja pihak yang telah 'bermain' dalam penyusunan anggaran tersebut. Menurutnya, hal ini merupakan ranah hukum yang sudah diserahkannya ke KPK. "Saya tidak tahu, nanti penyelidik (KPK) yan akan keluar. Nggak usah saya buka ini," kata dia.

Dalam bentuk print out, kata Ahok, bukti tersebut merupakan penelusuran yang telah dilakukan pihaknya selama ini. Contohnya, pada 2014 terdapat dana bantuan pengadaan UPS kepada 55 sekolah dengan anggaran sebesar Rp 6 miliar per unit.

Berdasarkan penyisiran yang dilakukan Kepala Dinas Pendidikan saat itu Lasro Marbun, ditemukan dana sebesar Rp 3,43 triliun yang tidak dieksekusi.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik mengaku tak gentar dengan langkah Ahok melaporkan dugaan adanya anggaran 'siluman' dalam APBD DKI 2015.

"Santai saja, siapa pun bisa lapor kok. Tetangga gue bisa laporin gue. DPRD tak ada ketakutan sama sekali," tegas Taufik.

Sebaliknya, ia menuding Ahok lah yang mengirimkan draft anggaran berbeda dari yang telah disetujui dalam paripurna pengesahan APBD DKI ke Kemendagri yang disebutnya pemalsuan draft anggaran. Namun pihaknya tak akan melakukan laporan balik, melainkan menunggu hasil hak angket nantinya.

Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi juga mengatakan yang terpenting saat ini dewan telah mengajukan hak angket atau penyelidikan terhadap APBD DKI. Ia menyambut baik tindakan Ahok yang melaporkan dugaan permainan anggaran itu ke KPK.

"Bagus, makin terlihat kan. Ya sudah itu saja. Kita kan juga terbuka di angket nanti, ini kan penyelidikan internal. Siapa nggak benar, kelihatan nanti. Nanti bisa terang-benderang," ucap Prasetyo.

Komisi E DPRD DKI yang membidangi pendidikan pun angkat bicara. Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Ashraf Ali menegaskan dalam pembahasan anggaran untuk Dinas Pendidikan di rapat komisi lalu, anggota dewan tidak membahas hingga satuan ketiga atau mata anggaran program. Hal tersebut sesuai dengan aturan yang ada, bahwa dewan hanya bertugas mengawasi anggaran.

"Kami tidak masuk dalam satuan ketiga. Kemampuan kita juga terbatas soal itu. Apalagi waktu juga mepet dan sangat terbatas," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Jumat (27/2/2015).

Dia menjelaskan, pembahasan Rancangan APBD 2015 di komisi E juga dihadiri oleh eksekutif yakni Kepala Dinas Pendidikan, asisten, Inspektorat DKI, Suku Dinas (Sudin) Dinas Pendidikan dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) DKI untuk membahas anggaran yang berkaitan dengan Pendidikan.

Kepala Sekolah SMP Negeri 41 DKI Jakarta Afrisyaf Amir menepis kabar pihaknya mengajukan dana Rp 6 miliar untuk pengadaan uninterruptible power supply (UPS) di sekolah. Wacana itu tak pernah ia lontarkan, baik kepada Dinas Pendidikan Wilayah II Jakarta Selatan maupun DPRD.

"Kami dari SMP 41 tidak pernah mengajukan dana UPS, apalagi sampai sebesar Rp 6 miliar. Kami belum berpikir sampai ke situ. Saya malah tidak tahu soal UPS itu," ujar Afrisyaf kepada Liputan6.com ketika ditemui di SMP Negeri 41 Jakarta, Ragunan, Jakarta Selatan.

Ia mengatakan, seandainya pihak sekolah memakai dana anggaran daerah, dana tersebut akan digunakan untuk memperbaiki infrastruktur sekolah yang bersifat pemeliharaan.

UPS adalah alat yang memiliki sistem penyimpanan listrik yang berfungsi untuk mencegah elektronik kehilangan daya saat aliran listrik dari pusat arus terputus.

Berikutnya: Ahok Siap Dipecat

Ahok Siap Dipecat

Ahok Siap Dipecat

DPRD DKI Jakarta sepakat menggunakan hak angket untuk melakukan penyelidikan terhadap Ahok dan jajarannya. Penyelidikan terkait kisruh Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) yang kini masih digantung Kementerian Dalam Negeri lantaran berbeda format penyusunan.

Ahok memilih menggunakan e-budgeting yang dinilai lebih transparan. Format APBD ini berbeda dengan yang sudah-sudah. Alasan pemilihan e-budgeting lantaran pria kelahiran Belitung Timur itu menilai, banyak 'anggaran siluman' yang dimasukkan ke dalam RAPBD. Namun hal ini ditolak DPRD DKI Jakarta.

Kisruh ini bermula ketika Ahok mengungkapkan adanya dugaan anggaran siluman sebesar Rp 12,1 triliun yang dimasukkan ke dalam Rancangan APBD DKI Jakarta 2015.

Ahok mengatakan, angka Rp 12,1 trilium itu sudah tidak masuk akal. Nilai itu masuk ke berbagai kegiatan di hampir semua dinas di Jakarta. Padahal, uang itu seharusnya bisa dimanfaatkan lebih maksimal untuk pembangunan di sektor lainnya.

Ahok mengaku siap diberhentikan dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hal itu jika melalui penyelidikan atau hak angket DPRD DKI memang terbukti melakukan pemalsuan draft APBD DKI 2015.

"Saya sudah siap dipecat (jadi Gubernur DKI)," tegas Ahok di Balaikota Jakarta, Jumat (27/2/2015).

Namun, Ahok mengatakan dirinya tak melanggar aturan manapun, termasuk aturan tentang pengajuan draft APBD 2015, karena menggunakan sistem e-budgeting. Tidak benar tudingan DPRD DKI telah melanggar aturan sebab karena mengirimkan draft APBD yang berbeda dengan yang disetujui dewan.

"Tapi apa yang dilanggar? Saya nyelamatin uang kok," sambung Ahok. 

Bila dipecat, dari jabatannya sebagai Gubernur, dia akan mengajukan lamaran kepada Presiden Jokowi untuk menjadi Kepala Bulog.

"Nggak apa-apa gue dipecat. Nanti gue lamar ke Pak Jokowi jadi Kepala Bulog. Gue beresi semua masalah beras, masalah logistik," ujar Ahok usai bertemu dengan presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jumat (27/2/2015).

Ahok Minta Dukungan Jokowi

Sebelum melaporkan adanya anggaran siluman dalam APBD 2015, Ahok terlebih dahulu menemui Presiden Jokowi di Istana. ‎Kepada Ahok, Jokowi bertanya mengenai kekisruhan di antara dirinya dan DPRD.

Ahok mengatakan, sebenarnya Presiden Jokowi mengaku telah mengetahui adanya praktik penyusupan anggaran siluman yang kini dipermasalahkan. Sebab sejak Jokowi menjadi gubernur, banyak jajarannya yang takut menggunakan anggaran sehingga menyebabkan serapan anggaran menjadi sangat rendah.

"Nah makanya, itu yang harus kita cari suatu formatnya. Kalau begitu kepala daerah bisa terus ditekan oleh oknum DPRD seumur hidup. Nah beliau juga sadar kenapa banyak serapan anggaran itu kecil. Karena banyak sekali SKPD tidak berani eksekusi karena tiba-tiba ada titipan dari oknum DPRD. Beliau tahu persis gitu loh, pernah jadi walikota, pernah gubernur kok," jelas Ahok.

Ahok mengatakan, sejak awal menjadi gubernur, Jokowi ingin menerapkan sistem e-bugdeting dalam setiap transaksi pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemprov DKI. Dan setelah menjadi presiden, Jokowi juga akan menerapkan e-bugdeting secara nasional. (Mvi/Riz)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya