Disebut Obral Remisi untuk Koruptor, Menkumham Berang

Yasonna tidak menginginkan hak-hak narapidana, termasuk koruptor, untuk mendapatkan remisi hilang hanya karena PP 99 Tahun 2012 itu.

oleh Oscar Ferri diperbarui 18 Mar 2015, 01:23 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2015, 01:23 WIB
 Yasonna Laoly
Yasonna Hamonangan Laoly (Liputan6.com/Andrian Martinus Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dalam beberapa kesempatan meyatakan menjamin narapidana korupsi tetap mendapat remisi. Padahal lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 pengetatan pemberian remisi dilakukan terhadap narapidana kasus khusus, yakni korupsi, narkoba, dan terorisme.

Dia pun berang disebut sebagai pengobral remisi buat koruptor. Menurut dia, pihaknya saat ini tengah melakukan kajian terhadap pembinaan narapidana. Yasonna tidak menginginkan hak-hak narapidana, termasuk koruptor, untuk mendapatkan remisi hilang hanya karena PP 99 Tahun 2012 itu.

"Ini kan saya mencoba menata. Saya datang menata sistem administrasi lapasnya, supaya itu rapi. Tapi yang heboh seolah-olah kami obral remisi. Ini perlu dikoreksi, dalam setiap institusi pidana, ada kamar-kamar sendiri," kata Yasonna dengan nada tinggi usai acara Laporan Tahun 2014 Mahkamah Agung di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa (17/3/2015).

Menurut Yasonna, dalam sistem peradilan pidana, masing-masing institusi sudah memiliki kewenangan dan kewajiban. Misalnya, kepolisian dan KPK yang berwenang menyidik, lalu jaksa penuntut, hakim yang memutuskan perkara dan lembaga pemasyarakatan yang bertugas melakukan pembinaan.

Sehingga, kata Yasonna, tidak tepat bila ada pihak justru mengatakan dirinya tak sejalan dengan semangat pemberantasan tindak pidana korupsi hanya karena menjamin pemberian remisi untuk koruptor. Padahal, dalam undang-undang disebutkan pembinaan tidak boleh hilangkan hak-hak warga binaannya.

"Ada perbedaan dalam kasus korupsi. Misalnya di kejaksaan, terjadi‎ diskriminasi. Kejaksaan dalam kasus-kasus itu banyak memberikan remisi. Tapi kalau KPK hanya beberapa yang disetujui remisinya. Ini kan tidak adil, diskriminatif. Sebetulnya itu bukan wewenang mereka, ini total bagian pembinaan," ujar menteri asal PDI Perjuangan itu.

Karena itu, lanjut dia, Kemenkumham akan menggandeng sejumlah pihak guna mencari solusi tepat untuk pemberian remisi tersebut. Termasuk masukan dari institusi pendidikan.

"Selama ini kan Kemenkumham saja, maka nanti kami undang dari luar, apakah dari kampus, institusi penegak hukum, hakim dan sebagainya. Ini disepakati board itu mana yang pantas," ujar Yasonna. (Ado)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya