3 Alasan Artis Menjual Diri dari Kacamata Sosiologi

Terungkapnya praktik prostitusi dengan menyebutkan harga jual para pekerja seks, dapat berdampak buruk bagi masyarakat.

oleh Audrey Santoso diperbarui 12 Mei 2015, 07:35 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2015, 07:35 WIB
Ilustrasi prostitusi
Ilustrasi prostitusi

Liputan6.com, Jakarta - Dalam kacamata sosiologi, seorang rela menjual kehormatannya atau terjun ke dunia prostitusi karena 3 alasan. Yaitu kebutuhan hidup, ambisi untuk hidup berlebih, dan terpengaruh gaya hidup mewah atau hedonistik.

Sosiolog Musni Umar menilai dugaan artis AA terjun ke dunia prostitusi, bukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tetapi cenderung kepada tuntutan gaya hidup hedonisme di kota megapolitan.  

"Artis AA itu motifnya melakukan prostitusi bukan prostitution by need (prostitusi karena kebutuhan). Tapi prostution by greedy (prostitusi karena serakah), atau prostitution by lifestyle (prostitusi karena gaya hidup) karena hedonistik," terang Musni kepada Liputan6.com, Senin 11 Mei 2015.

Musni menilai, pendapatan di dunia keartisannya dapat dikategorikan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang. Namun sifat manusia terkadang serakah, sehingga merasa selalu kekurangan. Apalagi dunia hiburan sangat memprioritaskan penampilan fisik seseorang.

"AA sudah menjadi artis, lalu dia memilih bekerja lagi sebagai PSK. Kemungkinan (dia) merasa penghasilannya tidak cukup untuk menunjang impiannya hidup mewah dan sosialitas," kata Musni.

Menginspirasi Kalangan Tertentu

Musni mengatakan terungkapnya praktik prostitusi dengan menyebutkan harga jual para pekerja seks, dapat berdampak buruk bagi masyarakat.

Kalangan yang tak berpendidikan tinggi dan tak memiliki pekerjaan, kata Musni, akan melihat dunia prostitusi sebagai jalan mendapatkan banyak uang dengan cara mudah. Apalagi, belum ada undang-undang yang mengatur tentang pemberian sanksi bagi para pekerja seks.

"Ini berbahaya, karena ketika (pemberitaan prostitusi) ini terbuka dan orang-orang jadi berbondong-bondong tertarik untuk jadi pelacur. Karena bayarannya besar dan tidak ada risiko jerat hukum. Akhirnya orang yang tidak punya pekerjaan, tidak ada pendidikan, memilih jadi pelacur," ujar dia.

Menurut Musni, masyarakat cenderung suka meniru saat melihat seseorang berhasil mendapatkan uang banyak dengan cara prostitusi. Sehingga masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan luas dan keterampilan akan mencoba hal yang sama.

"Orang Indonesia justru meniru untuk menjadi kaya nggak perlu bekerja keras. Apalagi orang yang susah hidupnya. Dampak sosialnya akan diikuti anak remaja," kata dia.

Menodai Perkawinan

Menodai Perkawinan

Selain dapat menjadi inspirasi yang salah, kata Musni, maraknya penyakit sosial ini dapat menodai kehakikian perkawinan yang sakral. Sehingga, pasangan-pasangan melakukan perzinahan dengan bebas dan transaksi seks semakin masif.

"Prostitusi akan meruntuhkan institusi perkawinan yang sangat sakral. Jadi orang mau nikah atau tidak ya nggak ada masalah, karena bisa melakukan zinah," terang dia.
    
Polisi menguak sisi gelap dunia keartisan baru-baru ini, saat menangkap basah mucikari bernama Robby Abbas alias Obbie (RA) di sebuah lobi hotel mewah kawasan Jakarta Selatan, Jumat 8 Mei lalu.

Pada saat yang sama polisi juga mengamankan terlebih dahulu artis AA yang kedapatan melayani pria hidung belang di salah satu kamar hotel tersebut.

Dari pengakuan mucikari RA, artis AA 'dibandrol' dengan harga Rp 80 juta sekali berhubungan badan. Kepada polisi, lelaki ini mengaku memiliki 200 pekerja seks dari kalangan artis yang dapat dijajakan kepada pria hidung belang. (Rmn)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya