Pansel Capim KPK: Revisi UU KPK Tidak Terlalu Penting

Pansel KPK menilai, jalannya UU KPK tak bisa dipisahkan dengan KUHP dan KUHAP‎.

oleh Oscar Ferri diperbarui 27 Jun 2015, 02:20 WIB
Diterbitkan 27 Jun 2015, 02:20 WIB
Ilustrasi KPK
Ilustrasi KPK (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau Pansel KPK‎ buka suara, mengenai revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK. Revisi tersebut dinilai tidak penting dilakukan oleh DPR.

"Kalau saya sih tidak setuju ya, buat apa sih? Tidak terlalu penting," ujar Anggota Pansel KPK Yanti Ganarsih usai diskusi di kawasan Tebet, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat 26 Juni 2015.

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti itu mengatakan, yang penting adalah DPR membahas dan melakukan revisi KUHP dan KUHAP. Sebab, jalannya UU KPK tak bisa dipisahkan dengan KUHP dan KUHAP‎. Sedangkan, sampai saat ini masih ada sejumlah pasal di KUHP dan KUHAP yang sudah tak sesuai undang-undang lain, seperti UU KPK.

"Revisi KUHP dan KUHAP itu sudah diajukan sejak DPR periode yang lalu itu. Sekarang kan terulang lagi, DPR yang baru terpilih mau ngutak-ngatik UU KPK. Lebih urgen itu revisi KUHP dan KUHAP," tegas Yenti.

DPR resmi memasukkan revisi UU KPK ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Dengan begitu, UU KPK menjadi salah satu prioritas undang-undang yang akan direvisi lembaga legislatif itu.

Berikut sejumlah pasal‎ UU KPK yang akan direvisi DPR setelah dibahas dalam Badan Legislasi:

Kewenangan Penuntutan
Pasal 6
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

Kewenangan Penyadapan
Pasal 7
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.

Pembekuan Rekening
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
g. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi, serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa.

Perkara Jalan Terus
Pasal 40
Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi.

Penyitaan tanpa Izin Pengadilan
Pasal 47
Atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin ketua pengadilan negeri berkaitan dengan tugas penyidikannya.

(Rmn/Nda)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya