Pasca Penangkapan, Nelayan Penangkap Hiu di Lombok Tiarap

Pihak Polair akan terus melakukan patroli ke setiap area lain di wilayah perairan NTB yang dicurigai dijadikan tempat transaksi.

oleh Hans Bahanan diperbarui 03 Jul 2015, 20:22 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2015, 20:22 WIB
Pelelangan Hiu dan Pari Manta di tanjung Luar, Lombok, NTB.
Tempat Pelelangan Hiu dan Pari Manta di Tanjung Luar, Lombok, NTB. (Liputan6.com/Hans Bahanan)

Liputan6.com, Mataram - Setelah anggota jajaran Direktorat Polisi Air (Ditpolair) Polda NTB menangkap 2 warga pengepul sirip Hiu dan insang Pari Manta, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Tanjung Luar Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur tampak lengang dan sepi dari kegiatan lelang. Biasanya ratusan Hiu dan Pari Manta dilelang di tempat ini.

"Sudah seminggu lebih TPI ini sepi dari kegiatan transaksi semenjak penangkapan 2 orang oleh polisi itu. Selain takut ditangkap juga katanya akan didenda miliaran, jadi nelayan pada takut. Nggak ada yang berani nangkap Hiu dan Pari Manta lagi," kata Andi, tukang jagal Hiu, Jumat (3/7/2015) di lokasi.

Kasatrolda DitPolair Polda NTB Kompol Dewa Wijaya mengatakan, penangkapan Hiu dan Pari Manta atau satwa lainnya yang dilindungi undang-undang adalah sebuah kejahatan. Untuk itu pihaknya akan terus melakukan tindakan untuk mencegah berkembangnya kegiatan yang bisa memunahkan ekosistem laut ini.

"Kami akan terus melakukan tindakan preventif agar Hiu dan Pari Manta tidak ditangkap lagi. Kami akan tindak di tempat para pelaku yang melakukan kejahatan tersebut," ujar Dewa Wijaya.

Dia mengatakan, pihak Polair akan terus melakukan patroli ke setiap area lain di wilayah perairan NTB yang dicurigai dijadikan tempat transaksi. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya penangkapan tersebut, meskipun sekarang para nelayan tidak melakukan aktivitas itu lagi.

"Kemungkinan itu ada, jadi sampai kapan pun kami akan tetap patroli agar kegiatan tersebut tidak lagi dilakukan," tegas Dewa Wijaya.

Sementara itu, mantan Kepala Desa Tanjung Luar, Daeng Muhammad Hafiz, yang ditemui di dermaga TPI Tanjung Luar menjelaskan, kegiatan penangkapan Hiu dan Pari Manta sangat sulit dihentikan. Sebab, selain karena kegiatan tersebut telah menjadi kebiasaan dan dilakukan nelayan sejak puluhan tahun lalu, juga karena tingginya nilai ekonomis yang didapat.

"Kegiatan penangkapan Hiu telah dilakukan secara turun temurun dan masih sulit ditinggalkan oleh masyarakat Tanjung Luar dan sekitarnya. Sebab, harga Hiu dan Pari Manta itu sangat mahal. Tak ada satupun bagian dari Hiu yang tidak bernilai ekonomi, mulai dari kulit hingga ekornya," terang dia.

Untuk sirip Hiu kering diharga Rp 2 juta per kilogram, tulang Rp 30 ribu per kilogram, daging segar Rp 20 ribu per kilogram, kulit Rp 150 ribu per kilogram.

"Isi perut (jeroan)nya saja bisa laku dijual dengan harga Rp 8 ribu  per kilogram. Jadi semua bagian Hiu bisa dijadikan uang. Khusus insang Pari Manta bisa dijual Rp 2 juta per kilogram bahkan lebih," terang pria yang akrab dipanggil Apek tersebut.

Dalam catatan resmi yang didapat dari TPI Tanjung Luar, sepanjang 2013 telah terjual lebih dari 7.000 ekor Hiu dan Pari Manta yang layak masuk ke pelelangan. Sedangkan setiap tahunnya hampir tidak pernah kurang dari 6.000 ekor, dengan nilai lelang Rp 30 juta per 50 ekor.

Para nelayan menangkap Hiu dan Pari Manta menggunakan kapal di atas 5 gross ton dan di bawah 10 gross ton dengan cara tangkap tradisional, yaitu dengan pancing rantai sepanjang 5-7 kilometer dan jaring. Tidak hanya di perairan Lombok, area tangkapan Hiu nelayan Tanjung Luar ini sangatlah luas. Mulai dari Laut Sumba, Salura, Waingapu, Lautan India, selatan Pulau Bali dan laut Jawa dengan waktu 7-12 hari berlayar. (Sun/Mvi)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya