Liputan6.com, Jakarta - Kewenangan Polri dalam menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kewenangan itu dianggap inkonstitusional karena bertentangan dengan UUD 1945.
Menanggapi hal itu, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengaku tidak terlalu mempersoalkan gugatan uji materi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Angkutan Jalan itu. Kepolisian tidak pernah melampau kewenangan dalam menjalankan tugasnya.
Baca Juga
"Silakan saja (melakukan gugatan). Undang-undang kepolisian sudah ada, tidak melampaui (kewenangan),"‎ ujar Badrodin di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Senin (10/8/2015).
Advertisement
Ia menegaskan, kewenangan Polri sudah diatur sedemikian rupa dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Terkait kebijakan penerbitan SIM, STNK, dan BPKB di luar negeri yang tidak dilakukan ‎kepolisian, dia menilai sistem setiap negara berbeda-beda.
‎"Sistem negara masing-masing itu berbeda. Apa harus sama dengan negara lain? Kan tidak harus sama," papar mantan Kapolda Banten itu.
Kebijakan tersebut selama ini kerap membantu polisi dalam menegakkan hukum dan menertibkan masyarakat. Seperti saat menangani kejahatan, polisi dapat meringkus pelaku melalui identifikasi nomor kendaraan ‎yang tercatat di kepolisian.
"Kan memang diperlukan identifikasi (kendaraan) karena sering terkait kejahatan. Bom Bali (misalnya), bisa terungkap karena registrasi dari kendaraan itu (yang digunakan pelaku) walaupun sudah berkepig-keping," jelas Badrodin.
Kamis 6 Agustus lalu, sejumlah elemen masyarakat dan perorangan mengajukan gugatan uji materi ke MK terkait kewenangan Polri mengeluarkan SIM, STNK, dan BPKB.
Mereka menganggap wewenang Polri itu berlawanan dengan Pasal 30 ayat 4 UUD 1945 yang menyatakan polisi sebagai alat keamanan negara yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat.
"Di negara-negara lain, kewenangan dalam pengurusan SIM diberikan kementerian atau departemen divisi transportasinya," ujar kuasa hukum penggugat, Abdul Wahid dalam sidang gugatan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis 6 Agustus 2015.
Wahid melanjutkan, secara gramatikal sangat jelas bahwa dalam Pasal 30 ayat 4 UUD 1945 pasca-amandemen menyebutkan, Kepolisian adalah alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat yang bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakan hukum.
"Jika tugas-tugas Kepolisian yang tidak dalam kerangka menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, maka perlu dipertanyakan konstitusionalitasnya," ujar Wahid.
Menurut Abdul, tugas Kepolisian dalam bidang penegakan hukum, perlindungan, pelayanan masyarakat dan bimbingan masyarakat ditujukan demi tertib dan tegaknya hukum. Serta terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Tapi ini berbeda jauh dengan tugas administratif di dalam pemberian SIM dan menyelenggarakan registrasi serta identifikasi kendaraan bermotor," ucap dia.
Sidang akan dilanjutkan 14 hari ke depan dengan agenda perbaikan permohonan. Adapun penggugat perkara ini ialah 2 warga negara Indonesia yaitu Alissa Q Munawaroh Rahman dan Hari Kurniawan. Sedangkan penggugat dari LSM ialah, YLBHI, Malang Corruption Watch, dan Pemuda Muhammadiyah. (Ali/Mut)