Alasan Jokowi Pertahankan Puan Maharani Sebagai Menko PMK

Yasonna menegaskan, jika ada pihak yang ingin merombak kabinet sesuai keinginannya sendiri, sebaiknya orang tersebut menjadi Presiden dulu.

oleh Sugeng Triono diperbarui 13 Agu 2015, 15:41 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2015, 15:41 WIB
20150717-Open House Jusuf Kalla-Jakarta
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani hadir dalam acara Open House yang diselenggarakan Wapres Jusuf Kalla di di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (17/7/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo telah merombak susunan kabinetnya. Lima menteri diberhentikan dan posisi itu kemudian diberikan kepada orang baru. Para menteri baru itu bersama sekretaris kabinet yang baru juga, telah dilantik di Istana Negara, Rabu 12 Agustus 2015 kemarin.

Enam anggota baru Kabinet Kerja Jokowi-JK yakni Darmin Nasution sebagai Menko Perekonomian, Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menko Polhukam, Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman, Sofyan Djalil sebagai Menteri PPN/Kepala Bappenas, Thomas Lembong sebagai Menteri Perdagangan, dan Pramono Anung sebagai Sekretaris Kabinet menggantikan Andi Widjajanto.

Dengan reshuffle (perombakan) ini, Presiden Jokowi mengganti 3 menteri koordinator yang ada di jajaran kabinetnya, dan hanya mempertahankkan Puan Maharani untuk tetap memimpin Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).

Hal ini menimbulkan pertanyaan. Apalagi, Puan Maharani diketahui adalah anak kandung Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Banyak isu beredar menyebutkan, posisi Puan aman karena adanya tekanan dari partai politik pengusung Jokowi. Tapi, tudingan itu langsung dibantah oleh politisi PDIP yang juga menjabat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Mantan anggota DPR dari Fraksi PDIP ini menyebut, alasan Jokowi tidak merombak posisi Puan Maharani karena dia dianggap memiliki prestasi dalam memimpin lembaganya.

"Berprestasi dong. Kan kalau tidak berprestasi atau tidak komunikatif (akan di-reshuffle). Itu hak prerogatif Pesiden," ujar Yasonna di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Kamis (13/8/2015).

Dia juga menanggapi kritik sejumlah pihak yang dialamatkan ke Presiden Jokowi terkait perombakan kabinetnya. Yasonna menegaskan, jika ada pihak yang ingin merombak kabinet sesuai keinginannya sendiri, sebaiknya orang tersebut menjadi Presiden terlebih dulu.

"Ya, kalau mau mengganti menteri-menteri jadi Presiden saja dulu. Itu kan hak prerogatif Presiden. Itu satu. Yang kedua, saya kira teman-teman di DPR sekarang perlu melakukan pembenahan keras. Banyak dalam prolegnas 2015, yang terbesar hak inisiatif untuk perundang-udangan, datang dari DPR," tandas Yasonna. (Sun/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya