Liputan6.com, Jakarta - Perekonomian Indonesia tengah menghadapi tantangan. Perlambatan ekonomi dunia merembet ke perekonomian nasional. China sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar mengalami perlambatan ekonomi. Indonesia sebagai salah satu negara yang mendukung industri di negara tirai bambu pun terimbas.
Tahun lalu, pertumbuhan ekonomi China terus bertengger di atas 10 persen. Namun tahun ini, pertumbuhan ekonomi China melambat ke level 7 persen. Hal yang sama juga dialami oleh Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2015 tercatat 4,67 persen, atau turun dari realisasi kuartal sebelumnya yang berada di level 4,72 persen.
Pemerintah tak mau tinggal diam. Tak ingin terseret dengan perlambatan ekonomi dunia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin agar Indonesia bisa bertahan di tengah hempasan perlambatan ekonomi dunia.
Sejak awal September 2015, ia rutin mengumpulkan para pembantunya, menteri-menteri di bidang ekonomi. Instruksinya jelas, pertumbuhan ekonomi Indonesia tak boleh melenceng jauh dari target yang tercatat 5,2 persen. Hampir setiap hari masing-masing menteri merumuskan rencana kebijakan agar mandat dari Jokowi bisa tercapai.
Alhasil, pada 9 September 2015 petang, Presiden Jokowi didampingi para menterinya mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I. Jokowi menyebutkan ada 3 langkah dalam Paket Kebijakan tersebut, yaitu pertama mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi, serta penegakan hukum dan kepastian usaha.
Kedua mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan berbagai hambatan, sumbatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian proyek strategis nasional. "Ketiga meningkatkan investasi di sektor properti," jelas Jokowi saat pengumuman.
Secara rinci, Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan isi dari paket kebijakan tersebut, yaitu:
1. Penguatan pembiayan ekspor melalui National Interest Account.
2. Penetapan harga gas untuk industri tertentu di dalam negeri.
3. Kebijakan pengembangan kawasan industri.
4. Kebijakan memperkuat fungsi ekonomi koperasi.
5. Kebijakan simplikasi perizinan perdagangan.
6. Kebijakan simplifikasi visa kunjungan dan aturan pariwisata.
7. Kebijakan elpiji untuk nelayan. Adanya konverter yang mengefisienkan penggunaan biaya yang digunakan oleh nelayan.
8. Stabilitas harga komiditi pangan, khususnya daging sapi.
9. Melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan menggerakkan ekonomi pedesaan.
10. Pemberian Raskin atau Beras Kesejahteraan untuk bulan ke-13 dan ke-14.
Namun, paket kebijakan tersebut belum bisa memberikan angin segar kepada sektor riil. Salah satu indikator yang bisa digunakan adalah masih melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Memang, sepanjang tahun ini nilai tukar rupiah terus tertekan.
Bahkan jika dihitung sejak awal tahun, rupiah telah melemah 17 persen. Sesaat setelah pengumuman paket kebijakan jilid I tersebut, rupiah masih bertengger di kisaran 14.300 per dolar AS.
Direktur Finance and Strategy PT Bank Mandiri Tbk, Kartiko Wirjoatmodjo menyampaikan paket kebijakan jilid I ini tak bisa langsung terasa kepada sektor riil. "Pada 1998, pemerintah pernah mengeluarkan paket kebijakan juga, saat itu butuh waktu 6 bulan sampai setahun baru bisa melihat dampaknya. Dalam paket kebijakan saat ini karena sudah lebih terarah, maka dampaknya terasa paling cepat 3 bulan," ucap Kartiko.
Jokowi pun tak puas dengan isi dari paket kebijakan jilid I yang tak langsung berdampak ke sektor riil. Maka, pemerintah kembali mengeluarkan paket kebijakan jilid II pada Selasa (29/9/2015) pukul 16.30 WIB.
Darmin Nasution menjelaskan, dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I, pemerintah lebih mengutamakan jumlah. Ada ratusan aturan yang akan dideregulasi pada paket tersebut yang akhirnya, fokus pemerintah lebih kepada angka dan bukan aksi yang harus dilakukan. "Jadi kebijakan yang ditempuh akhirnya, berdasarkan arahan Pak Presiden, kami tak perlu banyak-banyak tetapi yang penting adalah nendang," jelas Darmin.
Isi dari Paket kebijakan jilid II tersebut adalah:
1. Kemudahan Layanan Investasi 3 Jam.
2. Pengurusan Tax Allowance dan Tax Holiday Lebih Cepat.
3. Pemerintah Tak Pungut PPN Untuk Alat Transportasi.
4. Insentif fasilitas di Kawasan Pusat Logistik Berikat.
5. Insentif pengurangan pajak bunga deposito.
6. Perampingan Izin Sektor Kehutanan.
Tak berhenti sampai di situ. Pada awal Oktober ini pemerintah kembali mengeluarkan paket kebijakan jilid III yang isinya jelas-jelas memberikan insentif bagi sektor riil. Diharapkan dengan paket ini bisa mendorong sektor riil untuk kembali bergerak.
Darmin menjelaskan, paket kebijakan jilid III mencakup 3 wilayah yaitu penurunan tarif listrik dan gas serta penurunan harga BBM. Kedua, perluasan penerima kredit usaha rakyat (KUR) dan terakhir penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman modal.
Untuk harga BBM pemerintah menurunkan harga solar Rp 200 per liter baik untuk solar bersubsidi ataupun non-subsidi. Untuk harga gas, pemerintah menurunkan sebesar US$ 7 per million metric british thermal unit (MMBTU). Penurunan harga gas untuk industri tersebut akan efektif berlaku mulai 1 Januari 2016.
Sedangkan untuk tarif listrik, untuk pelanggan industri I3 dan I4 akan turun mengikuti turunnya harga minyak bumi (automatic tariff adjustment). Selain itu juga diskon tarif hingga 30 persen untuk pemakaian listrik mulai tengah malam pukul 23.00 hingga pagi hari pukul 08.00, pada saat beban sistem ketenagalistrikan rendah.
Advertisement
Bukan Janji Semata
Tiga paket kebijakan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh kementerian terkait. Contohnya untuk deregulasi atau penyederhanaan izin, badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah mengeluarkan izin investasi dengan lama pengurusan hanya 3 jam saja.
Kepala BKPM Franky Sibarani menuturkan dengan izin 3 jam, investor itu bisa langsung melakukan pemilihan lokasi di kawasan industri dan kemudian merencanakan proyek investasi. "Iinvestasi yang ditetapkan paling sedikit Rp 100 miliar atau memperkerjakan 1.000 tenaga kerja Indonesia," katanya.
Kemudian untuk di kawasan industri, investor hanya menandatangani komitmen untuk norma-norma tertentu yang sudah ditentukan kementerian teknis. Seperti yang disampaikan bahwa kawasan industri itu sudah memiliki Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) karena itu ketentuan untuk kawasan industri.
Â
Selain itu, merealisasikan paket kebijakan Jilid III mengenai penurunan harga BBM, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menurunkan harga solar bersubsidi dan nonsubsidi turun Rp 200 per mulai Sabtu 10 Oktober 2015. Sebelumnya, harga solar ini dibanderol Rp 6.900 per liter, turun menjadi Rp 6.700 per liter.
"Harga bahan bakar untuk pesawat terbang yaitu avtur juga turun sebesar 15 persen. Harga avtur internasional turun 5,33 persen atau kira-kira US$ 10 sen," jelas Menteri ESDM Sudirman Said.
Menyusul kemudian, Sudirman Said juga menurunkan tarif listrik. Adapun daftar insentif listrik yang ada dalam paket kebijakan ekonomi jilid III adalah tarif listrik untuk pelanggan industri i3 dan i4 akan mengalami penurunan sebesar Rp 12-Rp 13 per kWh mengikuti turunnya harga minyak bumi.
Diskon tarif hingga 30 persen untuk pemakaian listrik mulai pada tengah malam yaitu pukul 23.00 WIB hingga pagi hari pukul 08.00 WIB, yaitu pada saat beban sistem ketenagalistrikan rendah.
Penundaan pembayaran tagihan rekening listrik hingga 40 persen dari tagihan listrik 6 atau 10 bulan pertama, dan melunasi secara berangsur, khusus untuk industri padat karya serta industri berdaya saing lemah.
Advertisement
Dampak Nyata Paket Kebijakan
Pada sektor riil, dampak nyata dari paket kebijakan tersebut memang belum terlihat. Angka-angka pertumbuhan industri yang tercermin ke dalam pertumbuhan ekonomi masih belum ada. Namun setidaknya paket kebijakan tersebut sudah terlihat dari membaiknya nilai tukar rupiah dan juga dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Jika dari nilai tukar rupiah, saat paket kebijakan jilid I diluncurkan rupiah masih bertengger di angka 14.300 per dolar. Namun saat ini setelah 3 paket kebijakan keluar, nilai tukar rupiah mampu bertengger di angka 13.400 per dolar AS. Jika dihitung, penguatan rupiah telah mencapai 6 persen.
Head of Research Archipelago Asset Management, AG Pahlevi menjelaskan kebijakan penurunan harga BBM adalah kebijakan yang cukup besar dampaknya untuk meningkatkan perekonomian nasional. "Ekspektasi pasar melihat bahwa penurunan harga BBM oleh pemerintah bisa mendorong konsumsi domestik," terangnya.
Sejumlah analis pasar modal menilai, paket kebijakan ekonomi itu menguntungkan bagi emiten di pasar modal Indonesia. Kepala Riset PT Koneksi Kapital, Alfred Nainggolan menuturkan, sejumlah harga bahan bakar minyak (BBM) dan insentif listrik memberikan dampak terhadap kinerja emiten lantaran dapat menurunkan biaya produksi sehingga membuat margin membaik.
"Dengan pemangkasan biaya produksi maka dapat menurunkan harga. Bisa jadi terjadi deflasi. Daya beli masyarakat pun membaik karena harga akan turun. Konsumsi masyarakat meningkat," ujar Alfred.
Â
Alfred mengatakan, sektor manufaktur dan barang konsumsi akan terkena dampak positif dari kebijakan pemerintah itu. "Di sektor barang konsumsi yang dapat merasakan biaya energi turun dan produk tertolong oleh daya beli masyarakat akan berdampak ke emiten PT Indofood Sukses Makmur Tbk," kata Alfred.
Tak hanya sektor manufaktur dan barang konsumsi yang mendapatkan keuntungan dari insentif yang diberikan pemerintah. Analis PT Investa Saran Mandiri Hans Kwee menuturkan, sejumlah harga BBM turun dan insentif listrik kepada industri menguntungkan sektor industri dasar dan transportasi terutama penerbangan.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Pan Brothers Tex Tbk (PBRX), produsen tekstil Iswardeni pun menyambut baik dari kebijakan pemerintah terutama insentif listrik. Kebijakan itu pun dinilai efektif untuk perseroan karena dapat menurunkan biaya produksi.
"Karena itu menurunkan biaya manufaktur. Untuk industri tekstil serat spining besi yang kerja 24 jam komponen listriknya dapat mencapai 15 persen," kata Iswardeni.
Demikian juga harga solar turun, menurut Iswardeni itu juga membuat struktur biaya menjadi turun. "Angkutan khususnya dan industri yang jalan 24 jam juga dari listrik jadi struktur biaya turun," tegas Iswardeni. (Gdn/Bob)