Liputan6.com, Jakarta - Ibrahim Blegur (36), ayah dari Falya Rafani (13 bulan) yang meninggal dunia karena dugaan malapraktik salah satu rumah sakit di Bekasi, mendatangi Polda Metro Jaya. Dia ingin berkonsultasi untuk menentukan langkah hukum terkait kematian putrinya itu.
Ibrahim mendatangi Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya, Kamis (12/11/2015). Dia datang bersama seorang pengacara.
"Sebelum buat laporan, saya akan konsultasi terlebih dahulu ke Ditreskrimsus. Nanti, setelah tahu pasal-pasalnya apa, saya baru buat laporan," ujar Ibrahim kepada wartawan, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (12/11/2015).
Baca Juga
Ibrahim mengaku, dia sudah melayangkan somasi ke rumah sakit tempat putrinya sempat dirawat. Namun sampai hari ini belum ada respons dari pihak rumah sakit.
"Sudah dikasih somasi, tapi sampai batas waktu yang ditentukan tidak ada tanggapan. Sudah ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia untuk laporan. Katanya langsung akan diadakan penyelidikan," beber dia.
Ibrahim menceritakan awal mula kejadian yang menimpa putrinya itu. 28 Oktober lalu dia membawa anaknya ke rumah sakit di Bekasi. Dokter lantas menyebut putrinya itu terkena dehidrasi dan harus menjalani rawat inap.
Sehari dirawat di rumah sakit, kondisi kesehatan Falya tampak kembali seperti semula, riang bermain, makan dengan lahap, dan ceria.
Keesokan harinya, 29 Oktober 2009, sekitar pukul 13.00 WIB bayi Falya mendapat suntikan antibiotik. Usai diberikan antibiotik kondisi Falya kembali memburuk. Bahkan, perut Falya semakin membengkak.
"Pasca disuntik antibiotik badannya biru, bibir biru, badan dingin, perut bengkak. Saya tanya ke istri saya kenapa, katanya disuntik antibiotik, enggak ada penjelasan," kata Ibrahim.
Kondisi bukan malah membaik. Pihak rumah sakit malah menyatakan kondisi Falya kritis. Tidak ada penjelasan dari pihak rumah sakit terkait dengan kondisi anaknya yang makin memburuk tersebut. Pukul 19.00 WIB, Falya dilarikan ke ruang ICU.
"Sampai detik ini saya enggak dikasih tahu, kenapa anak saya seperti itu (kritis). Padahal jam 12 siang masih sehat. Tapi (kondisinya) berbanding terbalik 5 jam kemudian," ucap Ibrahim.
Lusa 1 November 2015, balita malang itu mengembuskan nafas terakhir di ruang ICU. Hingga hari ini, belum ada penjelasan pihak rumah sakit terkait penyebab kematian Falya.
"Sampai sekarang tidak ada pemberitahuan penyebab meninggalnya anak saya," ujar dia.
Ibrahim mencurigai ada yang tidak beres di balik kematian anaknya itu. Kejanggalan yang dirasakannya adalah pihak rumah sakit menolak seluruh pembiayaan selama Falya dirawat.
"Cuma disodori surat kematian. Dalam perawatan anak saya, satu rupiah pun enggak ditagih. Padahal total biaya tertera di kwitansi sebesar Rp 38 juta. Tapi pas mau bayar, pihak rumah sakit enggak menerima dan menyuruh urus jenazah dulu," beber dia.
Hal yang tidak lazim, kata Ibrahim, adalah tidak adanya keterangan penyebab kematian. "Surat kematiannya pun tanpa penjelasan. Cuma di sodorin saja. Ambulans pun dikawal sama 2 perawat sampai rumah," ucap Ibrahim. (Dry/Yus)