Kapolda: Polantas Dicakar Pengemudi Itu Konsekuensi Demokrasi

Irjen Pol Tito juga berpesan agar kedua pihak, baik polisi maupun masyarakat sama-sama instrospeksi diri.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 14 Nov 2015, 04:22 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2015, 04:22 WIB
20150721-kondisi-Ibukota-pasca-lebaran-Jakarta-Tito-Karavian1
Kapolda Metro Jaya Irjen. Pol Tito Karnavian tiba untuk menghadiri acara silahturahmi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (21/7/2015). Pertemuan membahas kondisi terkini Ibukota pasca lebaran dan melakukan halal bihalal. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian mengomentari anak buahnya Brigadir Rustam yang dicakar seorang ibu berinisial HC (45), pengendara mobil Pajero yang tidak terima karena ditilang.

Menurut Tito, insiden pencakaran yang dilakukan ‎wanita paruh baya terhadap anak buahnya itu merupakan konsekuensi demokrasi yang berkembang pesat di Indonesia. Sebab, masyarakat kini memiliki andil besar dalam perkembangan dan kemajuan bangsa.

"Ini konsekuensi dari demokratisasi. Artinya, dengan demokratisasi ini, pemegang kekuasaan adalah rakyat," ujar Tito saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (13/11/2015).

Tito menuturkan, jika dulu anggota Polri merupakan bagian dari rezim pemerintahan. Namun berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, polisi ‎kini menjadi pelindung dan pengayom masyarakat.

"Jadi konsekuensi sebagai pelayan masyarakat ini ya membuat masyarakat sebagai pemegang kekuasaan tentu lebih berani untuk menyampaikan hak-haknya. Mereka tidak lagi menganggap polisi dapat sewenang-wenang menjadi penguasa," tutur dia.

Lebih dari itu, mantan Kapolda Papua ini menilai daya kritis masyarakat kini semakin meningkat. Begitu juga keberanian terhadap aparat pun meningkat. Namun begitu, ia meminta agar masyarakat tidak kebablasan dalam menerjemahkan makna demokrasi.

"Yang perlu kita garis bawahi dengan sistem demokrasi ini, bukan berarti masyarakat bisa melakukan hal sewenang-wenang kepada polisi. Jangan sampai menganggap bahwa ini adalah pelayan saya, maka bisa dicakar. Tidak begitu ya‎," tegas Tito.

Karena itu, Tito berpesan agar kedua pihak, baik polisi maupun masyarakat sama-sama instrospeksi diri. Masyarakat diminta mampu memahami apa yang menjadi hak mereka, juga apa yang menjadi kewajiban untuk mentaati aturan hukum.

‎"Kalau ada pelanggaran hukum, konsekuensinya ya ada sanksi hukum‎," ucap Tito.

Sebaliknya, Tito juga meminta kepada anggota polisi agar benar-benar merubah mindset sebagai aparat yang berkuasa.

Sebaiknya Polisi bisa menjadi aparat yang mampu mengayomi dan melindungi masyarakat dalam hal penegakan hukum.

"Peristiwa-peristiwa seperti ini hendaknya dijadikan momentum untuk melakukan introspeksi. Jadi harus lebih sopan mungkin, lebih mengedepankan unsur pelayanan dan pendekatan kepada masyrakat. Tapi bukan berarti meninggalkan unsur ketegasan," tandas dia.

‎Terkait kasus pencakaran yang dilakukan HC terhadap Brigadir Rustam, Tito berharap insiden itu diselesaikan secara hukum.

Sebab melawan petugas yang sedang bertugas merupakan pelanggaran melawan hukum berdasarkan Pasal 212 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Tentu kita juga ada prosedur hukum. Kita akan melakukan proses penangkapan, tapi jangan sampai ada dendam pribadi, emosional, dan sebagainya," papar Tito.

Lebih dari itu, Tito meminta kepada seluruh masyarakat agar memahami tugas polisi di lapangan. ‎Selain mengayomi dan melindungi, polisi juga mempunyai kewenangan menindak jika ada masyarakat yang melanggar aturan.

"Satu sisi, dibutuhkan untuk mengamankan dan mengatur, di sisi lain mereka adalah penegak hukum yang diberikan kewenangan untuk menegur dan memberi sanksi," terang dia.

‎Begitu juga kepada anggota polisi, agar tidak berperilaku arogan dan lebih mengutamakan kesopanan. "Nah, teman-teman polisi, saya minta untuk lebih sabar merubah mindset tadi. Jangan arogan‎," pungkas Irjen Tito. (Dms/Nda)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya