Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengaku telah memperingatkan Pemprov Sumatera Utara (Sumut) agar tidak menyelewengkan dana hibah dan bantuan sosial (bansos). Namun, peringatan itu tidak diindahkan Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho.
Saat ini, Kejaksaan Agung tengah mengusut dugaan korupsi dana hibah dan bansos yang menjerat Gatot. Bahkan, Gatot telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.
Baca Juga
"Itu kan pengajuannya tahun 2011 sampai 2013. Sudah kami ingatkan. 'Hei dana hibah dan bansos itu enggak bisa sebesar itu'," ujar Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek di kawasan Cikini, Menteng Jakarta Pusat, Sabtu (14/11/2015).
Advertisement
Pria yang karib disapa Donny itu mengatakan, saat pengajuan, poin yang dipersoalkan pihaknya adalah persentase dana hibah atau bansos yang dianggap terlalu besar. Tapi di sisi lain, ada kewajiban Pemprov Sumut yang justru tidak dipenuhi.
"Bagaimana mungkin bagi hasil pajak dari Pemprov ke kota dan kabupaten belum juga disalurkan, sementara dia malah besarkan di dana hibah dan bansos," kata Donny yang pernah menjabat Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri itu.
Akan tetapi, Gatot tidak patuh terhadap 'alarm' dari Kemendagri. Hingga pada akhirnya Kejagung mengusut dugaan korupsi dana hibah atau bansos di Pemprov Sumut.
"Makanya kami enggak kaget. Tanggung jawab sendirilah. Sudah kami ingatkan kok masih dilakukan. Makanya, sekali Mendagri mendehem itu didengarkan. Jangan mentang-mentang karena otonomi daerah lalu enggak patuh," ucap Donny.
Jadi Tersangka KPK
Perkara dugaan korupsi dana hibah dan bansos ini pertama diusut oleh Kejaksaan Tinggi Sumut, kemudian diambil alih Kejaksaan Agung. Kejaksaan menetapkan 2 tersangka, yakni Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho dan Kepala Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas) Pemprov Sumut Eddy Sofyan.
Gatot ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga tidak memverifikasi penerima dana terlebih dahulu. Akibatnya, dana bansos tak tepat sasaran serta menyebabkan kerugian negara senilai Rp 2,2 miliar.
Adapun, peran Eddy dalam dugaan tindak pidana itu yakni meloloskan data penerima bansos meskipun si penerima belum melengkapi syarat prosedur yang berlaku.
Gatot dan Eddy disangka Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP subsider Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Selain di Kejagung, Gatot juga bermasalah di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Oleh KPK, Gatot bersama istrinya Evy Susanti ditetapkan sebagai tersangka dalam sejumlah kasus. Di antaranya kasus dugaan suap hakim dan panitera PTUN Medan serta dugaan suap anggota DPRD periode 2009-2014 dan periode 2014-2019. (Ado/Nda)