Liputan6.com, Jakarta - ‎Teror yang terjadi di Paris, Prancis membuat munculnya Islamofobia atau ketakutan berlebihan pada penganut agama Islam. Pengajar Studi Islam di University of California‎ Muhamad Ali menjelaskan, Islamofobia hanya terjadi di ranah media sosial saja.
"Islamofobia itu hanya di media sosial. Aslinya tidak demikian," kata Ali dalam acara Experiencing Islam in America: Education, di @America, ‎Jakarta, Kamis (19/11/2015).
Ali membagikan tips bagi warga negara Indonesia yang beragama Islam dan tinggal di luar negeri‎ untuk menghindari Islamofobia. Caranya, mengajak para orang asing mencicipi nikmatnya masakan Indonesia.
"Kita undang mereka makan makanan Indonesia, gado-gado, nasi padang, hilang sudah Islamofobia," tutur Ali.
Ali mengatakan, para wanita tidak dilarang memakai jilbab bila berada di luar negeri. Pemakaian jilbab pun tidak akan memancing terjadinya Islamophobia. Namun, ia menegaskan, jangan suka sendirian karena akan membuat orang-orang sekitar curiga.
"Yang bikin takut itu karena katanya pakai cadar, menyendiri, tidak mau bergaul. Saya tinggal sejak 2002 tidak merasakan adanya Islamofobia," tegas dia.
Pengusaha Tanah Air lulusan Amerika, Eric Thohir menambahkan, Islamofobia hanyalah bentukan media. "Kan sometimes bad news is a good news (berita jelek adalah berita bagus). Jadi kadang ini bentukan media saja," tandas Thohir.
Baca Juga
Demi membuktikan bahwa aksi teror Paris bukan dilakukan oleh seorang Muslim, seorang pria penganut Islam di Paris meminta orang banyak di Place de la Republique untuk memeluknya.
Aksi pelukan--setelah teror Paris menelan 129 orang pada Jumat, 31 Oktober malam--itu terekam dalam kamera dan di-posting di halaman Facebook "In the NOW" pada Selasa, 17 November 2015.
Serangkaian teror penembakan dan bom bunuh diri terjadi di Paris, Prancis pada Jumat 13 November 2015. Akibat teror tersebut, lebih dari 120 warga meninggal dunia. ISIS menyatakan bertanggung jawab atas serangkaian aksi teror tersebut. (Mvi/Sun)
Advertisement