Liputan6.com, Jakarta - Sukadi, warga Patuk, Gunungkidul, menyulap halaman rumahnya seluas 2.350 meter persegi menjadi taman bunga yang elok.
Ratusan ribu bunga jenis amarilis atau hippeastrum terhampar di pekarangan rumahnya. Saat musim kemarau bunga ini tidak terlihat, namun saat musim hujan seperti saat ini, bunga itu tumbuh indah, menghijau dan memerah.
Taman bunga milik Sukadi ini tak ubahnya seperti taman bunga Keukenhof di Belanda.
Advertisement
Sukadi mengaku membangun taman bunganya secara iseng. Pria asli Gunungkidul, Yogyakarta ini juga tidak memberikan perawatan khusus untuk bunga tropis kreasinya tersebut.
Berikut fakta-fakta tentang taman bunga amarilis milik Sukadi:
Berawal dari Iseng
Sukadi mengaku mengawali usahanya membangun taman amarilis secara iseng. Saat berjualan kelapa di pinggir jalan yogyakarta-Wonosari, dia menyertakan beberapa bunga amarilis sebagai dagangan.
Hasilnya, beberapa pengendara yang melintas berhenti dan membeli bunga miliknya.
"Karena banyak pembeli yang berminat, dari situ saya punya ide untuk membudidayakan bunga tersebut," kata Sukadi di Yogyakarta, Jumat 27 November lalu.
Modal awal Sukadi membudidayakan bunga Amarilis ini sekitar Rp 2 juta. Dengan dana tersebut ia penuhi halaman rumahnya seluas 2.350 meter persegi dengan bungan tropis ini.
Hasilnya, halaman rumah Sukadi berubah menjadi taman bunga bak Keukenhof di Belanda. Ada sekitar 500 ribu tangkai bunga amarilis memenuhi halamannya.
"Perawatannya mudah, hanya butuh air untuk menyiramnya, setiap hari saja sudah tumbuh subur," kata Sukadi.
Advertisement
Ratusan Pengunjung Per Hari
Langkah Sukadi menjadikan pekarangan rumahnya bak taman bunga Keukenhof Belanda ternyata mengusik perhatian warga Yogyakarta dan sekitarnya. Terlebih kabar itu akhirnya menyebar di media sosial. Rumah Sukadi pun ramai di kunjungi turis dadakan.
Sukadi mengaku rata-rata setiap harinya ada 700-an pengunjung mendatangi kebun bunganya. "Kadang-kadang wisatawan juga membeli bunga," kata Sukadi. Dia mematok harga Rp 5 ribu per tangkai untuk bunga amaris miliknya.
Kendati rumahnya menjadi objek wisata dadakan, Sukadi mengaku tidak mamasang tarif tetap untuk wisatawan yang berkunjung. "Sementara masih seiklasnya saja," kata dia.
Mia Dwi, warga setempat yang mendatangi taman bunga milik Sukadi mengaku takjub dengan hamparan bunga amarilis.
"Rasanya seperti di Belanda," ujar dia.
Kismaya, pengunjung asal Kota Yogyakarta, mengaku sengaja datang ke kebun bunga Sukadi lantaran tertarik melihat pesona bunga amarilis. Ia mengetahui kebun bunga itu dari media sosial.
"Saya tahunya dari media Instagram kok bagus ya, lalu sengaja datang ke sini, ternyata benar-benar bagus," ujar Kismaya.
Jadi Objek Selfie
Taman bunga amarilis kreasi Sukadi di Pathuk, Gunungkidul, tiba-tiba menjadi populer. Ratusan pengunjung mendatangi taman yang terhampar di lahan seluas 2.350 meter persegi.
Suasana bak di taman bunga Keukenhof, Belanda, membuat sejumlah pengunjung 'berlomba' mengabadikan diri dengan berfotoria di lokasi taman.
Sayangnya, para pengunjung banyak yang tidak bertanggung jawab. Mereka berselfie ria sambil menginjak-injak tanaman. Dari foto-foto yang beredar di media sosial mereka juga duduk-duduk dan berbaring di hamparan bunga tersebut.
Padahal bunga-bunga indah tersebut hanya mekar setahun sekali, di awal musim hujan. Ketika mekar mereka akan bertahan selama sekitar 10 hari saja.
Rusaknya taman bunga amaryllis ini pun menuai tanggapan negatif netizen. Seperti yang ditulis Widiyuta Cintantya di akun official Wonderful Jogja.
"Memprihatinkan, orang lebih peduli mendapat foto yang bagus daripada melihat alam yang bagus. Ingin kesana hanya untuk pamer difoto bahwa pernah ke sana dan tidak menikmati keindahannya."
Akun Paidjo_sumitro mengatakan, "Apa motivasi kalian mencari sensasi dengan merusak alam? Prihatin dengan cewek kekinian."
Kebanyakan para netizen berkomentar negatif, tetapi ada salah satu tanggapan bijak yang disampaikan Hartanto (@Hartantoevan89).
"Prihatin, media sosial bisa jadi sarana promosi yang dasyat untuk tempat-tempat wisata yang baru. Tapi ketika pengunjung tidak bertanggung jawab inilah sebuah contoh nyata "RUSAK". Marilah sama-sama belajar mencintai alam dan lingkungan tanpa merusaknya agar keindahan alam dapat dinikmati untuk hari ini, besok dan masa selanjutnya."
Advertisement
Penataan Kurang Tepat
Sukadi, pemilik kebun bunga Amarilis mengaku kondisi tamannya seluas 2.350 meter persegi rusak karena terinjak pengunjung yang datang.
Namun Sukadi enggan menyalahkan pengunjung dengan rusaknya taman bunganya yang mirip taman bunga Keukenhof Belanda itu. Ia mengatakan akan memperbaiki kerusakan tersebut.
"Rusaknya karena terinjak–injak pengunjung, tapi ya mau gimana lagi. Ke depannya akan saya tata lagi agar tidak terulang di tahun depan," kata Sukadi, Minggu 29 November 2015.
Sukadi menjelaskan, setiap harinya sekitar 700-an pengunjung masuk ke taman bunganya. Dia pun tidak mengenakan tarif kepada pengunjung yang ingin berfoto.
Namun ia meminta kepada pengunjung untuk memberikan uang sukarela untuk pemeliharaan bunganya.
"Setiap harinya bisa mencapai 700 pengunjung lebih. Jika dirata-rata setiap hari Rp 2 juta, puncaknya hari Jumat lalu bisa menghasilkan Rp 5 juta," kata bapak dua anak ini.
Sukadi mengaku selain dari uang sukarela pengunjung, dirinya juga mendapatkan pemasukan dari wisatawan yang membeli bibit tanaman amarilis. Walau pun tidak sebanyak uang sukarela, namun jumlahnya cukup banyak baginya.
"Lumayan, dalam sehari bisa 60 polybag untuk 1 polybag harganya Rp 6.000," kata Sukadi. (Ron/Sun)