Suara Mahasiswa Papua 'Dibungkam' Gas Air Mata

Ratusan polisi anti huru-hara menembakkan gas air mata saat membubarkan massa Papua yang berunjuk rasa di Jakarta.

oleh Audrey Santoso diperbarui 01 Des 2015, 20:17 WIB
Diterbitkan 01 Des 2015, 20:17 WIB
20151201-Mahasiswa-Papua-Bentrok-dengan-Kepolisian-IA
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) terkapar saat bentrok dengan petugas kepolisian saat aksi perayaan ekspresi identitas Papua di kawasan Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (1/12). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Dengan hati gembira, mahasiswa salah satu universitas di Yogyakarta, Abby Douw (20) menginjakan kakinya di Jakarta. Bersama ratusan temannya yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), ia berencana menyuarakan aspirasi mereka di jantung ibu kota.

Pukul 09.30 WIB, mereka tiba di sekitar Bundaran Hotel Indonesia untuk bergabung dengan kawan sekampung halamannya dan melakukan longmarch ke Istana Negara. Namun aksi mereka dihadang aparat dengan alasan tidak ada surat pemberitahuan kegiatan unjuk rasa.

"Kami kan ada beberapa kelompok, kami datang sekitar jam 09.00-09.30 WIB itu langsung dihadang," jelas Abby selaku Juru Bicara AMP di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (1/12/2015).

Abby dan ratusan mahasiswa ini menuntut Pemerintah memberikan kebebasan bagi Papua untuk menentukan nasib mereka sendiri. Lalu mereka meminta Pemerintah menarik aparat penegak hukum dari tanah kelahiran mereka.

Selanjutnya mereka ingin Pemerintah menarik produk kebijakan Otonomi Khusus, Pemekaran dan Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B). Inti dari tuntutan mereka adalah ingin memisahkan Papua dari NKRI.

"Kami minta kepada Pemerintah Indonesia untuk memberikan kebebasan kepada rakyat Papua. Kemudian menuntut semua perusahaan asing, multinational cooporation yang beroperasi di Papua agar ditutup. Posisi lingkungan sendiri terjadi kerusakan," tutur Abby.

"Kemudian militer datang, berusaha mencabut hak-hak tanah masyarakat yang berujung pada pemusnahan masyarakat yang berdiam di wilayah itu. Kepentingan utamanya hanya untuk mengeksploitasi tanah Papua," sambung Abby.

Abby mengatakan, sudah mengirimkan surat pemberitahuan mengemukakan pendapat di ruang publik melalui fax kepada Polda Metro Jaya 3 hari sebelumnya, Sabtu 28 November dan sudah mendapat izin. Karena itu ia bersama ratusan mahasiswa Papua bergerak menuju Bundaran HI.

"Surat pemberitahuan sudah kami kirim ke Polda Metro Jaya langsung lewat fax. Sudah di-acc," tandas Abby.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Mohammad Iqbal mengklarifikasi keterangan Abby. Ia mengatakan, pihaknya sama sekali tidak menerima surat pemberitahuan. Oleh sebab itu pihaknya menganggap kegiatan AMP ilegal.

"Teman-teman yang menamakan dirinya Aliansi Mahasiswa Papua sama sekali tidak menyampaikan surat pemberitahuan menyampaikan pendapat di muka umum," tegas Iqbal.

Iqbal menjelaskan, prosedur menyampaikan pendapat sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 yaitu adanya surat pemberitahuan ke aparat berwajib agar kegiatan tersebut mendapat pengamanan dan tidak berakhir kericuhan.

"Kalau ada surat pemberitahuan, kami bisa menyelidiki apakah berpotensi menjadi rawan atau tidak. Kalau misalkan demonstrasi itu ada unsur mengganggu keamanan, kami pasti melakukan pencegahan maksimal," terang Iqbal.

Gas Air Mata

Gas Air Mata

Iqbal menerangkan, polisi sudah bersikap sekooperatif mungkin terhadap para mahasiswa. Meskipun aksinya ilegal, aparat memberikan waktu untuk AMP berorasi hingga pukul 12.00 siang, dengan catatan tidak ada aksi longmarch. Aparat pun telah menawari AMP untuk berorasi di Silang Monas atau depan Gedung DPR/ MPR.

"Upaya persuasif sudah. Kami bahkan mentolerir 'Oke kita siapkan kendaraan untuk mengangkut teman-teman dari Papua berdemo di Monas atau Gedung DPR. Tapi mereka juga enggak mau. Dibubarkan baik-baik juga tetap enggak mau," kata Iqbal.

Setelah upaya persuasif tak juga diindahkan, lanjut Iqbal, Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Hendro Pandowo selaku Kepala Pengamanan Obyek (Kapan Obyek) melakukan somasi sesuai Standar Operasi Prosedur sebanyak 3 kali.

"Setelah tiga kali diacuhkan, mau tidak mau ya kita bubarkan secara paksa (dengan gas air mata)," imbuh dia.

Iqbal bercerita di tengah proses pembubaran paksa di depan Menara BCA Jalan Jenderal Sudirman, seorang polisi dari satuan Sabhara Aiptu Purwanto malah dipukuli pengunjuk rasa hingga mengalami luka sobek di bagian sekitar mata.

"Mereka lari lalu ada yang memukuli anggota kami yang berpakaian dinas satu orang. Yang dipukul anggota Sabhara Polres Jakpus," pungkas Iqbal sambil menunjukkan foto seorang polisi yang bagian mata kirinya berlumuran darah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya