6 Sindiran Pedas JK untuk Kasus Setya Novanto

Jusuf Kalla yang namanya dicatut geram melihat tingkah polah Ketua DPR Setya Novanto.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 04 Des 2015, 15:19 WIB
Diterbitkan 04 Des 2015, 15:19 WIB
JK Datangi Rumah Transisi Tanpa Jokowi
Jusuf Kalla yang berkemeja batik lengan panjang warna biru ini datang tanpa ditemani Presiden RI Terpilih, Joko Widodo, Jakarta, Jumat (12/9/14). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto, menjadi sorotan utama publik. Setya Novanto diduga mengatur kongkalikong di balik layar untuk memastikan perpanjangan kontrak kerja PT Freeport Indonesia.

Kasus tersebut telah disidang di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Namun para anggota MKD terlihat terbelah dalam menyikapi kasus ini. Ada yang mendukung pengungkapan kasus, ada pula yang mendukung agar kasus Setya Novanto tidak dilanjutkan.

Selain itu, penegak hukum baru aktif setelah kasus ini bergulir dan jadi buah bibir di publik. Jusuf Kalla, yang namanya dicatut, geram melihat hal tersebut. Tak ayal ia melontarkan pernyataan-pernyataan pedas.

Berikut pernyataan-pernyataan pedas JK yang terangkum dalam seminggu terakhir.


1. Minta Saham = Korupsi

Wakil Presiden Jusuf Kalla memberi sinyal agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk dalam kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Ia mengatakan ada unsur korupsi dalam kasus tersebut.

"Melibatkan nama Presiden dan Wakil Presiden untuk minta saham. Artinya korupsi kan?" kata JK di Surabaya, Jawa Timur, Senin, 30 November 2015.

Raut wajah JK menegang ketika menuturkan ada peran Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus ini. Setya diduga mengatur kongkalikong di balik layar, hingga akhirnya diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said.

"Presiden dan Wakil Presiden bersamaan dilaksanakan, diatur oleh Ketua DPR kepada pengusaha yang investasinya terbesar di Indonesia," ujar mantan Ketua Umum Partai Golkar itu.

2. Golkar Jangan Jadi Penghambat

Saat kasus Setya Novanto hendak disidangkan, terjadi pergantian anggota MKD. Golkar memasukkan 3 orang barunya, yaitu Kahar Muzakir, Dadang Ruchman, dan Ridwan Bae.

Mereka getol menyebut laporan Menteri ESDM Sudirman Said tidak punya dasar legalitas untuk disidangkan. Atas hal itu, JK pun menegaskan agar Golkar jangan menghambat jalannya sidang etik.

"Orang bilang Golkar, saya jamin Golkar akan tetap mengatakan 'Suara Rakyat Suara Golkar'. Jadi, kalau Golkar menghentikan ini (sidang etik Setya Novanto), berhenti pakai 'Suara Rakyat, Suara Golkar," kata JK di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa, 1 Desember 2015.

3. Skandal Terbesar

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dan dirinya berpotensi menjadi skandal terbesar di Indonesia seandainya hal itu terbukti. Sebab, Ketua DPR Setya Novanto diduga terlibat dalam kasus tersebut.

"Jangan lupa, kalau (pencatutan nama) ini terjadi (terbukti), inilah skandal terbesar dalam sejarah Indonesia," JK menegaskan di Surabaya, Jawa Timur, Senin, 30 November 2015.

JK mengatakan siap dipanggil dalam sidang etik yang digelar MKD. Ia bersedia memberikan penjelasan tentang hal-hal yang diketahuinya.

4. Penegak Hukum Harus Proaktif

Wapres lagi-lagi menegaskan lembaga penegak hukum harus proaktif terhadap kasus itu. Apalagi kasus itu bisa saja menjadi skandal terbesar di Indonesia seandainya terbukti.

"Kalau lembaga hukum mengetahui ada masalah kemudian tidak mengusutnya, dia yang salah," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 1 Desember 2015.

Meski demikian, mantan Ketua Umum Golkar ini sadar ketika suatu kasus melibatkan anggota Dewan, ada faktor politik di belakangnya. Faktor tersebut yang mempersulit karena ada pro dan kontra. "Kalau DPR pasti ada faktor politiknya. Politiknya itu pasti ada pro dan kontra," tutur JK.

5. Yang DPR Sudah Hilang
Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi ke-10 digelar di Ruang Nusantara V, gedung DPR, Jakarta. Meski acara digelar di gedung rakyat, sang empunya rumah, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto justru tak terlihat batang hidungnya.

Dari deretan kursi depan, hadir Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman, Plt Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki, Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti, dan sejumlah menteri Kabinet Kerja.

Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyadari hal itu lantas berkomentar saat memberikan sambutan.

"Saya bilang tadi ke Ketua MPR (Zulkifli Hasan), nanti yang selalu hadir tinggal perwakilan MPR dan DPD. Yang satu (DPR) sudah hilang," kata JK, Kamis, 3 Desember 2015.

6. Dasar Mencatut karena Serakah

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut kasus pencatutan yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto terjadi atas dasar keserakahan. Sebab, gaji seorang pejabat tinggi negara sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

"Ketua KPK bilang korupsi salah satunya karena serakah. Semalam itu pasti serakah (karena) yang disebut tadi malam bukan orang miskin. Dia bisa makan 4-5 kali sehari, tapi karena serakah saja," kata JK dalam Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi di gedung DPR, Jakarta, Kamis (3 Desember 2015).

JK menyarankan pada Setya Novanto untuk menerapkan gaya hidup sederhana. Selain itu, dibutuhkan pula kedekatan hubungan dengan Tuhan agar tidak serakah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya