Menko Luhut Jelaskan Posisinya soal Freeport di Sidang MKD

Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan memenuhi panggilan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

oleh Taufiqurrohman diperbarui 14 Des 2015, 15:06 WIB
Diterbitkan 14 Des 2015, 15:06 WIB
20151119-Luhut Beri Keterangan Terkait Transkrip Novanto-Freeport-Jakarta
Menko Polhukam Luhut Panjaitan saat jumpa pers pencatutan namanya dalam negosiasi Ketua DPR Setya Novanto-Freeport, di Jakarta, Kamis (19/11). Luhut menyebut kalau dirinya tak tahu menahu dan tak pernah bicara urusan saham. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan memenuhi panggilan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Dia diminta keterangan terkait kasus 'Papa Minta Saham'.

Pada paparan awalnya, Luhut menceritakan kronologis memo yang ia terbitkan sebagai Kepala Staf Kepresidenan kepada Presiden Jokowi terkait proses negosiasi Freeport. Sebelum 16 Maret 2015, ia sudah menyampaikan kepada presiden soal hasil kajian yang dilakukan staf-stafnya yang saat itu dilakuan Darmo Prasojo.

"Pada rapat kabinet 16 Maret saya sebagai Kepala Staf Presiden, merekomendasikan proses perpanjangan Freeport perlu dikaji mendalam, karena berdasarkan peraturan baru, baru bisa di ajukan 2019. Perpanjangan Freeport juga harus bisa memberikan manfaat terbesar untuk bangsa, itu 16 Maret 2015," papar Luhut dalam sidang MKD di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (14/12/2015).

Kemudian, pada 15 Mei 2015, Luhut mengirimkan memo sebagai Kepala Staf Kantor Kepresidenan RI kepada presiden. Ia menjelaskan, mulai mendengar ada upaya atau pihak untuk mempercepat proses perpanjangan sebelum 2019. Padahal proses perpanjangan kontrak karya tambahan hanya bisa dilakukan pada 2 tahun sebelum kontrak berakhir.

Ketiga, pada 17 Juni, Luhut kembali mengirim memo kepada presiden yang menjelaskan bahwa permohonan perpanjangan freeport hanya bisa dilakukan pada 2019. Hal ini sesuai dengan peraturan yang berlaku.

"Dan saya sarankan kepada presiden kalau itu dilakukan maka bisa membahayakan presiden karena presiden dianggap melanggar perundang-undangan," dia menjelaskan.

Luhut melanjutkan, pada 2 Oktober 2015, presiden kemudian memanggil salah seorang staf Luhut untuk menjelaskan soal Freeport. Saat itu, Luhut sedang tugas di luar kota.

"Staf saya saudara Lambok dipanggil bapak presiden untuk menyampaikan kajiannya soal Freeport," ucap dia.

Untuk itu Jenderal Purnawirawan TNI AD tersebut mengungkapkan ketidaksetujuannya atas proses negosiasi perpanjangan kontrak Freeport dilakukan lebih awal sekaligus membantah isi rekaman 'Papa Minta Saham'.

"Jadi hingga saat ini saya dalam posisi tidak setuju proses negosiasi Freeport dilakukan sebelum 2019," tandas Luhut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya