Kalah Sidang Kebakaran Hutan, Pemerintah Diimbau Ajukan Banding

Hasil persidangan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Pengadilan Negeri Palembang menuai kekecewaaan.

oleh Gerardus Septian Kalis diperbarui 05 Jan 2016, 10:59 WIB
Diterbitkan 05 Jan 2016, 10:59 WIB
20151007-Ilustrasi-Kebakaran-Hutan
Ilustrasi Kebakaran Hutan (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Hasil persidangan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Pengadilan Negeri Palembang menuai kekecewaaan.

Seluruh gugatan dalam kasus kebakaran hutan dan lahan oleh PT Bumi Mekar Hijau (BMH) di Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumsel dinyatakan ditolak alias tidak dapat dibuktikan. Baik berupa kerugian dan kerusakan hayati.

Hal ini pun menjadi perhatian DPR. Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu mengimbau, pemerintah melalui KLHK sebagai pihak yang mewakili kepentingan rakyat dalam perkara gugatan terhadap PT Bumi Mekar Hijau serius mempersiapkan bukti-bukti yang sah dalam proses bandingnya.

"Persidangan gugatan perdata senilai Rp 7,9 triliun dalam kasus kebakaran hutan dan lahan, majelis hakim yang dipimpin Parlas Nababan menyatakan bahwa gugatan pemerintah ditolak karena bukti-bukti yang diajukan tidak kuat," ujar Masinton lewat keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (5/1/2016).

"Tentu putusan majelis hakim ini dirasa tidak adil untuk masyarakat luas yang selama ini merasakan dampak dari perusakan dan pembakaran lahan hutan yang dilakukan oleh Perusahaan BMH," tutur dia.

Masinton mengatakan, tidak ada pilihan lain, kepentingan rakyat maupun kepentingan negara harus dapat dimenangkan dalam proses banding di pengadilan.

"Tanpa mencampuri independensi hakim dalam memutus suatu perkara, namun ada baiknya hakim tidak sekadar menggunakan 'kacamata kuda' yuridis, aspek sosiologis dan psikologi masyarakat juga harusnya menjadi pertimbangan hakim," sambung Masinton.

Menurut dia, seharusnya majelis hakim PN Palembang bisa mencontoh putusan hakim sebelumnya sebagai dasar yurisprudensi. Seperti dalam kasus PT Calista Alam di Aceh, di mana Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk mengabulkan gugatan pemerintah sebesar Rp 336 miliar sebagai ganti rugi dan pemulihan lingkungan kepada negara.

Masinton mengatakan, putusan pengadilan adalah untuk melindungi, memajukan kesejahteraan umum, dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Kebebasan hakim yang merupakan personifikasi dari kemandirian kekuasaan kehakiman, tidak berada dalam ruang hampa. Kekuasaan hakim dibatasi oleh rambu-rambu akuntabilitas, integritas moral dan etika, serta transparansi dan pengawasan dari masyarakat," pungkas Masinton.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya