Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah 'penghuni' hutan Sumatera melaporkan 3 hakim Pengadilan Negeri Palembang ke Komisi Yudisial (KY). Laporan ini terkait putusan majelis hakim yang diketuai Parlas Nababan dalam perkara perdata kasus kebakaran hutan dan lahan, yang melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan PT Bumi Mekar Hijau (BMH).
Para 'penghuni' hutan Sumatera yang terdiri dari singa, monyet, dan manusia pohon merupakan aktivis Koalisi Masyarakat Anti Mafia Hutan. Koalisi ini merupakan gabungan dari sejumlah LSM. Salah satunya Indonesia Corruption Watch (ICW). Para aktivis tersebut menggunakan kostum menyerupai penghuni hutan Sumatera.
"Kedatangan kami ini terkait melaporkan adanya dugaan pelanggaran kode etik majelis hakim yang mengadili perkara perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan PT BMH," ucap Aradila‎, peneliti ICW di Kantor KY, Jakarta, Jumat (8/1/2016).
‎‎Arad menjelaskan, dalam laporan ini pihaknya punya 2 poin utama terkait dugaan pelanggaran kode etik Parlas cs yang dititikberatkan pada unprofessional conduct. Pertama, pihaknya melihat dalam memutus perkara, majelis hakim luput dalam memperhatikan undang-undang lain terkait sektro kehutanan. Yang mana peraturan itu merupakan peraturan lex specialis.
"Kedua, terkait kerugian yang dipahami majelis hakim. Kalau kami melihat kerugian yang dipahami majelis hakim ini terlalu sempit, hanya melihat kerugian koorporasi tanpa memperhatikan kerugian dari dampak ekologis, lingkungan, dan negara. Ini bentuk dugaan pelanggaran kode etik terkait unprofessional conduct," ucap dia.
‎Syahrul Fitra, peneliti dari LSM sektor kehutanan AURIGA menambahkan, pihaknya sengaja menyasar pada ketidakprofesionalan hakim lantaran dalam beberapa proses pembuktiannya, KLHK sudah mencoba menghadirkan beberapa saksi. Namun, majelis hakim tidak mempertimbangkannya untuk menjadi dasar putusan.
Â
Baca Juga
Advertisement
Â
Baca Juga
"KLHK ini kan tidak hanya mewakili institusi, tapi juga mewakili masyarakat di tempat kebakaran tersebut," ujar Syahrul.
‎Arad menambahkan, pihaknya berharap KY dapat menindaklanjuti laporan ini. Sekaligus nantinya bisa memberi kepastian kepada masyarakat, yang sudah kecewa terhadap putusan Parlas cs tersebut.
"Harapan kami, KY segera memeriksa majelis ini. Hari ini kenapa kami bawa teman-teman berpakaian (hewan dan pohon) ini, ingin menandakan bahwa penghuni hutan Sumatera kecewa dengan putusan majelis ini," ucap Arad.
Kepala Bagian Laporan Masyarakat Perilaku Hakim KY, Indra Syamsu menjelaskan, pihaknya akan segera menelaah laporan itu. Tujuannya, untuk menentukan tindak lanjut ke depan.
‎"Kami akan telaah laporan ini. Apakah ditemukan pelanggaran kode etik atau tidak. Nanti ditelaah oleh tim verifikasi bersama komisioner. Kita harap teman-teman aktif memberikan data-data yang diperlukan lagi untuk mendukung laporan ini," ucap Indra.
Dia mengaku, masalah putusan Parlas cs menjadi prioritas KY di bawah pimpinan yang baru. Apalagi, lanjut Indra, pihaknya sudah menerima laporan dari kantor penghubung di Palembang terkait putusan itu.
"Ini jadi prioritas kami. Karena sebenarnya kantor penghubung KY di Palembang juga sebetulnya sudah bergerak. Sudah report ke kami perkembangannya bagaimana," ucap Indra.
Majelis Hakim PN Palembang yang diketuai Parlas Nababan, memutuskan menolak gugatan perdata KLHK terhadap PT BMH atas kebakaran hutan dan lahan yang terjadi beberapa bulan lalu di wilayah Palembang, Sumatera Selatan. Dalam pertimbangannya, Parlas cs menyatakan, membakar hutan tidak merusak lingkungan karena tanaman masih bisa ditanam kembali.
Selain itu, majelis hakim juga menilai seluruh gugatan dalam perkara kebakaran hutan dan lahan oleh anak usaha Asia Pulp and Paper (APP) itu tidak dapat dibuktikan, baik berupa kerugian maupun kerusakan hayati. Apalagi, selama proses kebakaran lahan, PT BMH selaku tergugat telah menyediakan sarana pemadam kebakaran dalam lingkungan perkebunan miliknya.
‎
Majelis hakim menilai, kebakaran hutan dan lahan tersebut bukan dilakukan PT BMH selaku tergugat, tetapi oleh pihak ketiga. Dengan demikian, PT BMH lepas dari jeratan hukum, baik materiil maupun imateriil sebagaimana digugat oleh KLHK.
Karena PT BMH tidak terbukti bersalah, majelis hakim kemudian membebankan biaya perkara kepada KLHK selaku penggugat sebesar Rp 10.200.000.