JK: Hadapi MEA, Perlu Penyuluhan Hukum Negara-negara ASEAN

Dalam menghadapi MEA, pengetahuan hukum di negeri sendiri dan luar negeri dibutuhkan. Terlebih oleh para pengusaha.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 28 Jan 2016, 17:19 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2016, 17:19 WIB
20151019-Jusuf Kalla-Jakarta
Wapres Jusuf Kalla di rumah dinas Wakil Presiden, Jakarta (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan penyuluhan hukum penting diberikan kepada masyarakat sehingga mereka tahu hak-hak hukum yang dapat diperjuangkan. Ini penting diberikan terlebih dalam menghadapi program Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

"Saya ingin resmikan penyuluhan hukum nasional, orang bisa beri manfaat kalau mengetahui. Kalau tidak mengetahui hak dan kewajiban, hukum tidak bisa ditegakkan. Kalau masyarakat tidak mengetahui hak-hak hukumnya dan kewajiban sekaligus tentu sulit tegakkan hak dan kewajiban itu," kata JK di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/1/2016).

Dalam menghadapi MEA, pengetahuan hukum di negeri sendiri dan di luar negeri dibutuhkan, terlebih oleh para pengusaha. Sebab, hukum yang berlaku di suatu negara berbeda-beda.

JK mencontohkan, hukum di Singapura dapat menghukum mereka yang membawa senjata. Kemudian di Thailand, masyarakat tidak boleh sama sekali menghina kerajaan.

"Biar masyarakat tidak hanya ketahui hukum Indonesia tapi hukum ASEAN, falsafahnya harus diketahui, khususnya bagi para pedagang pengusaha yang akan ikut dalam ekonomi ASEAN itu. Hukum kita juga harus disampaikan," jelas mantan Ketua Umum Golkar itu.

Hal itu disampaikan dalam acara Penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Pengembangan Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana Secara Terpadu Berbasis Teknologi Informasi dan Peresmian Pembukaan Penyuluhan Hukum Serentak (Luhkumtak) Tahun 2016.

JK menilai transparansi dalam hukum diperlukan untuk meminimalisir penyelewengan. Indonesia sebagai negara hukum harus mematuhi proses dan putusan. Hukum tidak boleh dipermainkan.

"Bagaimana hukum dari sisi prosesnya dan administrasinya berjalan baik, terbuka, dan diketahui seluruh pihak. Keterbukaan ini, penting untuk mencegah hukum itu dipermainkan," ucap JK.

Nota kesepahaman ini, lanjut JK, diakui mampu mencegah praktik percaloan merajalela. Banyak calo yang muncul karena tidak ada transparansi hukum mulai dari proses hingga putusannya.

"Pengalaman masa lalu, dalam proses itu tidak diketahui, maka timbullah kemudian percaloan, proses yang diketahui, malah kadang pemalsuan putusan-putusan dan sebagainya," tutur dia.

"Sehingga dengan kesepakatan ini kita terhindar dari praktik-praktik seperti itu dan juga untuk mengetahui bahwa suatu proses berjalan baik dan diketahui semua pihak," tandas JK.

Hadir dalam acara tersebut antara lain Menko Bidang Polhukam Luhut B. Pandjaitan, Menkumham Yasonna Laoly, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Jaksa Agung Prasetyo, Ketua DPR Ade Komarudin, Ketua MPR Zulkifli Hasan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kepala Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) Djoko Setiadi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya