Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Polda Metro Jaya kembali merekonstruksi peristiwa tewasnya Wayan Mirna Salihin usai menyeruput es kopi Vietnam. Rekonstruksi, Minggu, 7 Februari 2016 dilakukan 2 versi, yaitu versi penyidik dan versi Jessica.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mohammad Iqbal mengatakan adanya perbedaan pandangan kejadian antara tersangka dan penyidik adalah sesuatu yang wajar. Pasalnya, seorang tersangka menolak untuk mengakui perbuatannya.
"Tersangka J tak ingin ikut rekonstruksi versi penyidik, kami (kepolisian) tentunya berdasarkan fakta bukan pandangan dan asumsi. Penyidik tak ada masalah, sah-sah saja tersangka J menolak," ujar Iqbal di Markas Polda Metro Jaya, Selasa (9/2/2016).
Baca Juga
Dalam proses hukum, setiap warga negara berhak menolak melakukan apa yang diyakininya tidak sesuai kenyataan.
Apalagi tersangka Jessica yang disuruh melakukan rekonstruksi yang dia yakini tak sesuai dengan perbuatannya. Namun dalam penolakan itu, perlu dilegalisir dengan surat Berita Acara (BA) berisi penolakan rekonstruksi versi fakta yang dikumpulkan aparat.
"Seluruh warga negara apalagi tersangka juga mempunyai hak menolak. Tapi ada SOP (Standar Operasional Prosedur), kami minta penandatanganan berita acara penolakan," ujar Iqbal.
Dalam memproses hukum terduga pelaku kejahatan, polisi tak mengejar pengakuan tersangka meski pengakuan tersebut masuk dalam alat bukti di persidangan kelak. Polisi yakin dengan 4 alat bukti yang sudah dikantongi.
"Penyidik tak terlalu membutuhkan pengakuan. Dalam KUHAP alat bukti ada 5. Urutan kelima pengakuan terdakwa. Memang penting, tapi tak begitu penting. Alat bukti yang kuat akan kami kuatkan lagi, sehingga kasus ini setelah rekonstruksi versi pihak tersangka dan versi penyidik ini adalah fakta," kata Iqbal.
Dua versi rekonstruksi itu nantinya akan dibawa ke muka persidangan. "Kami berdasarkan bukti dan kuatkan pembuktian, keterangan terdakwa tak menjadi sangat penting buat kami," ujar mantan Kapolres Metro Jakarta Utara ini.