MUI: Praktik Aborsi Ilegal di Cikini Sudah Puluhan Tahun

Saat akan memeriksa klinik aborsi ilegal tersebut, Dinas Kesehatan selalu dihalangi.

oleh Audrey Santoso diperbarui 24 Feb 2016, 17:41 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2016, 17:41 WIB
20160224-Polisi Gerebek Dua Tempat Praktik Aborsi Ilegal di Cikini-Jakarta
Petugas saat menjelaskan sejumlah alat bukti dalam penggerebekan dua klinik aborsi ilegal di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (24/2). Sebanyak 9 orang diduga pelaku praktik aborsi sekitar 5.400 janin bayi diamankan petugas. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Irwani mengungkapkan, kegiatan aborsi ilegal di Jalan Raden Saleh telah berlangsung selama puluhan tahun. Hal ini dia ungkapkan saat polisi mengekspose pengungkapan sindikat klinik aborsi di kawasan Raden Saleh, Cikini, Jakarta Pusat.

Bahkan, kata dia, setiap calo aborsi diberi jatah 4% dari total biaya aborsi yang dibayar pasien.

"Ini praktik puluhan tahun, praktek Jalan Raden Saleh. Setiap calo yang membawa satu pasien bahwa dapat 4 persen," ujar Irwani di lokasi kejadian, Klinik dr.Suripno, Jalan Cimandiri Nomor 7, Kenari, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (24/2/2016).

Pada kesempatan yang sama, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tienke mengatakan berdasarkan laporan masyarakat, pihaknya mengetahui maraknya praktek aborsi di Raden Saleh. Dalam menjalankan fungsi pengawasannya, Dinas Kesehatan selalu melakukan cek terhadap klinik-klinik di daerah tersebut.

Namun karena selalu dihalangi saat akan masuk, Dinas Kesehatan tak memiliki kesempatan untuk membuktikan laporan tersebut. Karena itu Tienke berharap dapat terus berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya untuk dapat mengungkap praktik aborsi.

"Kami terus melakukan pengawasan. Kami periksa klinik-klinik yang ada. Tapi kalau klinik seperti ini (aborsi), mereka tak terlihat seperti klinik. Pelang di depannya kan itu kantor advokat, pelang penjualan tiket. Kalau kami mau masuk juga banyak alasannya. Dokternya nggak ada lah, tidak ada praktek lah," ungkap Tienke.

"Jadi kepolisian lebih memiliki wewenang untuk memaksa masuk jika curiga ada unsur pidana," imbuh dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya