Liputan6.com, Jakarta Dikawal beberapa polisi, Daeng Azis keluar dari ruang pemeriksaan di lantai 4 Polres Jakarta Utara pada Sabtu (27/2/2016) siang. Si 'koboi' Kalijodo baru saja menyelesaikan berita acara pemeriksaan (BAP) dan gelar perkara atas kasus dugaan pencurian listrik.
Pemilik Kafe Intan itu mengenakan kaos hitam bertuliskan 'Stay Cool'. Senyumnya terkembang dan sikapnya tenang meski tahu dirinya akan menginap di kamar sel yang berada di lantai dasar gedung. Bahkan, ia sempat berteriak menanyakan salah satu kerabatnya.
"Wouyyy Nasir, mana Nasir ini," teriak Daeng.
Sebelum masuk ke sel tahanan Polres, salah satu anggota kepolisian mengurus administrasi penahanan bos kafe Intan itu. Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Daniel Bolly Tifaona menyatakan keputusan penahanan dibuat sekitar pukul 10.00 WIB karena pembuatan BAP selesai pada pukul 02.00 WIB.
Begitu pula dengan gelar perkara yang kelar pada pukul 07.00 WIB.
Daeng Azis ditangkap penyidik Polres Jakarta Utara, Jumat 26 Februari 2016 kemarin. Pentolan Kalijodo itu dijerat Pasal 51 ayat 3 UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Perbuatan pencurian listrik di kafe pentolan Kalijodo itu disinyalir merugikan negara senilai Rp 500.000.000.
Dari foto yang beredar, Azis diapit ketat dua petugas kepolisian di samping kiri dan kanannya. Saat itu, Daeng Azis mengenakan kaos putih lengan hitam. Sepatu putih yang selalu dikenakannya juga dikenakannya saat penangkapan.
Namun, topi koboi yang dia kenakan saat berkeliling Kalijodo sehari setelah mengadu ke Komnas HAM, tidak lagi menghiasi kepalanya. Terlihat raut muka Azis berkerut tak senang saat polisi menggiringnya.
Pentolan Kalijodo, Abdul Azis atau yang dikenal dengannama Daeng Azis, ditangkap polisi. Dia ditangkap di kawasan Jakarta Pusat sekitar pukul 12.45 WIB.
Daniel mengatakan, tersangka kasus prostitusi Kalijodo itu ditangkap di sebuah rumah indekos. Dia bersembunyi.
"Ya iyalah, ngapain kalau enggak sembunyi," Daniel menandaskan.
Advertisement
Terjerat Listrik Hitam
Jajaran Polres Jakarta Utara menangkap pentolan Kalijodo Abdul Azis alias Daeng Azis. Dia ditangkap atas dugaan kasus pencurian listrik.
Menurut Daniel, kerugian negara atas ulah Daeng Azis mencapai Rp 500 juta. Kerugian itu untuk jangka waktu setahun. Namun begitu, pihaknya masih menyelidiki sejak kapan dia menggunakan listrik 'hitam' tersebut.
Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian menyatakan, pencarian terhadap sang Daeng sebenarnya sudah dilakukan sejak sepekan lalu. Tepatnya saat Operasi Pekat oleh petugas gabungan ke kawasan Kalijodo beberapa waktu lalu. Namun saat itu, ia menghilang bak ditelan bumi hingga akhirnya ditangkap Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara.
Saat ditangkap, pemilik kafe yang disebut-sebut termewah di Kalijodo itu sedang bersantai di lobi di Jalan Antara, Jakarta Pusat. Azis pun diboyong tanpa perlawanan ke kantor polisi. Polisi yang menangkap Azis sempat menghubungi pengacaranya, Razman Arif Nasution, agar mendampingi kliennya untuk diperiksa sebagai tersangka pencurian listrik.
Pada sore hari, Razman datang menemani kliennya. Ia mengaku belum mengetahui pasti kasus dugaan pencurian listrik PLN yang menjerat pentolan Kalijodo itu. Ia berharap polisi bekerja secara profesional menangani kasus yang telah menjadikan kliennya tersangka.
Namun, ia 'mengancam' akan menggunakan jalur praperadilan jika penetapan tersangka Daeng Azis tidak ada 2 alat bukti yang kuat. Apalagi, menurut Razman, Daeng Azis rutin mengeluarkan uang Rp 17 juta per bulan untuk membayar listrik kafe miliknya. Pembayaran itu, sambung Razman, selalu tepat waktu dan tidak pernah menunggak.
Atas klaim Razman, Kapolres Jakut menyatakan akan menampung informasi yang disampaikan itu. Ia membuka peluang adanya penyelidikan lebih jauh soal dugaan adanya keterlibatan orang dalam PLN yang memfasilitasi aliran listrik 'hitam bagi Kafe Intan milik Daeng Azis.
Daniel juga menegaskan pihaknya tidak akan tebang pilih dalam menangani kasus tersebut, termasuk jika ada orang PLN sendiri yang terlibat. Pasalnya, uang Rp 17 juta bukan nominal yang sedikit.
Walau menerima masukan, Daniel menyebut uang sebesar Rp 17 juta itu bukan untuk membayar listrik. Uang tersebut justru digunakan untuk membeli alat listrik yang sifatnya ilegal.
Advertisement