Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar warga Kalijodo pasti sudah mengenal Daeng Azis. Pemilik nama asli Abdul Azis ini dikenal sebagai pentolan tempat hiburan malam yang berlokasi di Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara itu. Â
Daeng Azis bahkan memiliki kafe terbesar dan termewah di kawasan yang disebut-sebut sebagai pusat prostitusi dan perjudian itu. Tak main-main, omsetnya pun hingga miliar rupiah setiap bulannya.
Namun, masa keemasan Daeng Azis sepertinya harus meredup. Sebab, kini dia telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan prostitusi di tempat bisnis yang ia kelola selama ini. Dia resmi tersangka sejak Minggu 21 Februari malam.
Penetapan ini menyusul penggeledahan jajaran Polda Metro Jaya di Kalijodo beberapa hari lalu. Hasil operasi penyakit masyarakat (Pekat) ini, polisi menyita sejumlah senjata tajam dan menemukan dugaan perdagangan wanita di Kalijodo.
Belum juga rampung pemeriksaan kasus dugaan prostitusi, Daeng Azis kembali ditetapkan menjadi tersangka kasus lain. Kali ini, terkait kasus dugaan pencurian listrik yang digunakan di kafe Intan miliknya di Kalijodo.
Daeng Azis ditangkap jajaran Polres Metro Jakarta Utara di rumah kos di Jalan Antara, Jakarta Pusat, pada Jumat siang, persisnya pukul 12.45 WIB. Saat penangkapan dia sedang bersantai di lobi kamar kosnya, namun tidak ada perlawanan.
"Daeng Azis ditangkap oleh Polres Jakarta Utara dan diproses di sana. Yang tangani Polres Jakarta Utara dalam kasus dugaan pencurian aliran listrik," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes M Iqbal di Jakarta, Jumat 26 Februari 2016.
Daeng Azis ditetapkan tesangka dalam kasus dugaan pencurian listrik 2 hari lalu, atau persisnya pada 23 Februari 2016.
"Pasal yang kami gunakan untuk menangkap beliau adalah Pasal 51 ayat 3 Undang-Undang No 30 Tahun 2009, tentang Ketenagalistrikan. Di situ jelas dikatakan bahwa barang siapa dengan tanpa hak atau melawan hukum menggunakan tenaga listrik," dia menambahkan.
Akibat dugaan pencurian listrik di kafe yang dikelolanya, PLN mengaku merugi hingga Rp 500 juta dalam setahun. Dugaan kuat Daeng Azis telah mengambil listrik secara tidak resmi selama belasan tahun, yakni sejak 1990. Â
"Kerugian sementara yang kami dapat secara resmi dari PLN Rp 500 juta. Itu untuk durasi 1 tahun. Saat ini saudara DA dalam pemeriksaan kami, kita akan tanya sejak kapan yang bersangkutan menggunakan listrik tanpa hak tersebut," kata Kepala Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Daniel Bolly Tifaona di kantornya, Jakarta Utara, Jumat 26 Februari 2016.
Mangkir
Pencarian terhadap Daeng Azis sebenarnya sudah dilakukan sejak sepekan lalu. Tepatnya saat Operasi Pekat oleh petugas gabungan ke kawasan Kalijodo beberapa waktu lalu.
Pemeriksaan pertama terkait kasus dugaan prostitusi sejatinya dilakukan perdana pada Rabu 24 Februari lalu, namun dia mangkir. Agenda pemeriksaan kembali dilayangkan Jumat, namun lagi-lagi Daeng Azis absen.
Advertisement
Panggilan penyidik hanya dihadiri pengacaranya, Razman Arif Nasution. Tak ada alasan yang jelas, kenapa dia tidak bisa hadir. Yang jelas, Daeng Azis tak bisa hadir hari ini.
"Hari ini tidak hadir beliau. Saya katakan ini saya yang bermohon selaku kuasa hukum kepada Polri dalam hal ini Polda. Dan Polda menyetujui untuk beliau tidak hadir dulu," ujar Razman di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat 26 Februari 2016.
Menggugat
Razman berharap, polisi bekerja secara profesional menangani kasus yang telah menjadikan kliennya tersangka. Dia mengancam kepolisian akan menggugat praperadilan, jika penetapan tersangka kliennya tidak sesuai aturan.
"Kita percaya polisi, pasti membuat orang sebagai tersangka itu sesuai KUHAP dan sesuai koridor dan konstruksi hukum yang jelas," kata Razman di Polres Jakarta Utara, Jumat 26 Februari sore.
"Kalau misalnya saya lihat sesuai fakta hukum, kita teruskan, tapi kalau tidak sesuai, kita lakukan upaya hukum yang lain," tegas dia.
Razman juga berharap, sebelum menahan Daeng Azis hendaknya polisi mengikuti aturan KUHAP, yaitu dengan melewati waktu 1 x 24 jam pemeriksaan.
Razman tidak ingin penangkapan Daeng Azis menimbulkan persepsi polisi tidak profesional.‎ Dia menuding, polisi hanya memenuhi nafsu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, jika memaksakan segera menangkap Aziz sebelum penggusuran.
"‎Kalau ini dilakukan maka publik akan melihat Polri mengamankan komandannya, untuk memuluskan program Ahok. Ini tidak baik," ucap Razman.
"Maka saya diskusi panjang lebar supaya Polri profesional. Saya ingin Polri tidak masuk dalam, maaf, jangan sampai nanti ter-judge Polri ikut syahwatnya Ahok," sambung dia.
‎
Karena itu, Razman meminta agar kepolisian pemanggilan terhadap kliennya dilakukan setelah urusan penggusuran kawasan prostitusi Kalijodo tuntas.
Sementara, Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditrerskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti mengatakan, pihaknya sudah memiliki cukup alat bukti untuk menjerat Daeng Azis.
Ada 9 saksi yakni PSK, pengelola hingga kasir kafe yang mengakui pria asal Makassar itu memang pebisnis prostitusi. Bahkan, kafe-kafe di sekitar Kalijodo pun mengakui adanya prostitusi di Intan Cafe.
"(Kami) periksa 9 saksi, ada 3 perempuan yang dipekerjakan, pengurus (kafe), bagian pembukuan, kasir, yang melayani (pelayan), semua. Dan bukan cuma satu kafe (yang dimintai keterangan), beberapa kafe lain juga," ujar Krishna, Jakarta, Senin 22 Februari 2016.
Menurut Krishna, di Kafe Intan terdapat kamar-kamar yang disewakan Azis untuk pasangan mesum. Ada pula wanita yang 'mangkal' di dalamnya.
"Ada tempat, fasilitas namanya. Kan ada kamar-kamar di situ. Ada orang (PSK) disediakan, ada transaksinya," kata dia.
Polisi menjerat Daeng Azis dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 296 juncto Pasal 506 KUHP tentang Muncikari dengan ancaman kurungan penjara 1 tahun 4 bulan.
Advertisement