Liputan6.com, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan meminta agar DPR dan pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat sebelum merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilu Kepala Daerah (Pilkada).
"Kita harus dengarkan pendapat masyarakat seperti apa, pendapat KPU, pendapat lain-lain kita dengar agar prinsipnya revisi oke untuk tujuan perbaikan, bukan yang lain-lain," ungkap Zulkifli usai menghadiri acara Pelantikan dan Rapat Kerja ICMI Orwil di Jambi, Rabu 2 Maret 2016.
Zulkifli berharap agar revisi UU Pilkada dilakukan dengan tujuan agar dapat menghasilkan pemilu yang berkualitas dan tidak mahal.
"Kalau (pemilu) mahal, tentu porses demokrasi yang sangat mahal akan menimbulkan korupsi, menimbulkan ketidakadilan, dan sebagainya," ucap dia.
Lalu, lanjut dia, semua isi dari revisi UU Pilkada yang diajukan tentunya akan dibahas lebih lanjut detailnya sebelum diputuskan.
Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan jika ia mendengar pemerintah mengevaluasi 15 pasal dalam UU Pillada yang sebagian di antaranya sama dengan yang diajukan KPU.
"Revisi yang diajukan mulai soal pemutakhiran data pemilih, pencalonan, kampanye, pemungutan suara, penyelesaian perselisihan hasil, sosialisasi, hingga pengadaan logistik," papar Husni.
"Kami berharap pemerintah dan DPR membuka ruang diskusi dalam melakukan revisi tersebut," tandasnya.
Selain itu, Husni mengatakan jika KPU berharap 73 poin yang diajukan tersebut dapat diakomodasi. Terlebih, semuanya penting untuk perbaikan pelaksanaan pilkada mendatang.
Baca Juga
Baca Juga
Di waktu yang sama, Ketua Dewan Pakar ICMI itu juga mengatakan jika ICMI lahir dan berdiri tidak lepas dari visi untuk mentransformasikan ajaran-ajaran Islam dalam konteks kehidupan kenegaraan.
"Mewujudkan visi itu tidak perkara mudah mengingat Indonesia bukanlah negara yang dikonstruksi sebagai negara Islam, melainkan berdasarkan Pancasila yang mengakui banyak agama," ujar Zulkifli.
Dalam konteks ini, lanjut dia, ICMI memiliki fungsi dan peran sebagai wadah untuk melahirkan gagasan yang di satu sisi merupakan transformasi ajaran-ajaran Islam yang memang harus dijalankan dan di sisi lain tetap bisa mempertahankan NKRI dengan segala kebhinekaan yang ada di dalamnya.
Pria yang karib disapa Zulhas itu juga mengatakan di dalam kerangka kebhinekaan tersebut maka ICMI pun tidak pernah boleh jauh-jauh dari politik. Bahkan, lanjut Zulhas, ICMI harus menjadikan politik sebagai salah satu medan perjuangan yang paling strategis sebab semua aspek kehidupan kita ditentukan oleh politik.
"ICMI harus menjaga kedekatan dengan politik melalui kekuatan masyarakat sipil yang independen sebagaimana khitah awalnya. Di dalam ICMI terdapat banyak sekali tokoh yang berasal dari seluruh partai politik yang ada di Indonesia. Justru itulah kekuatan ICMI," ujar Zulhas.
Dengan kekayaan ini, sambungnya, maka bisa dibangun komunikasi untuk bersinergi. Paradigma yang mesti dilaksanakan secara konsekuen adalah bahwa ICMI merupakan semata-mata alat untuk mensinergikan visi guna mentransformasikan gagasan keislaman untuk bangsa Indonesia yang adil, makmur, dan bermartabat.
"Karena itu, di antara tanda keberhasilan ICMI adalah keberhasilan dalam mengendalikan kekuasaan agar berfungsi untuk menolong," ucap Zulhas.
Zulkifli berharap ICMI menjadi salah satu wadah berkumpul para cendekiawan muslim yang selalu melahirkan gagasan-gagasan segar dan relevan sebagai alternatif solusi bagi persoalan-persoalan yang muncul dimana pun baik dalam konteks daerah, provinsi, maupun nasional.
Gagasan-gagasan tersebut, lanjut Zulkifli, sangat diperlukan untuk membangun dan terus memperbaiki bangsa Indonesia karena saat ini bukan lagi masa instruksi-instruksi dari atas ke bawah.
Advertisement