Bos Agung Sedayu Penuhi Panggilan KPK

Dia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pembahasan Raperda Reklamasi.

oleh Oscar Ferri diperbarui 13 Apr 2016, 10:03 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2016, 10:03 WIB
Ilustrasi KPK
Ilustrasi KPK

Liputan6.com, Jakarta - Bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma atau Aguan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta‎.

Aguan tiba di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (13/4/2016) pukul 09.45 WIB. Mengenakan kemeja batik warna ungu‎, Aguan enggan berkomentar terkait pemeriksaan perdana ini. Aguan hanya melempar senyum sembari berjalan terus masuk ke dalam lobi Gedung KPK.‎

Nama Aguan telah masuk daftar cegah untuk berpergian ke luar negeri oleh KPK dalam kasus ini. Perusahaan yang dipimpin Aguan memang mendapat jatah untuk melaksanakan proyek reklamasi di pesisir utara Jakarta. Ada 5 pulau yang dikerjakan oleh anak usaha Agung Sedayu Group, PT Kapuk Naga Indah‎.

Pelaksana Harian Kepala Biro KPK Yuyuk Andriati mengatakan, Aguan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Mohamad Sanusi, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta.‎

"Iya, yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka MSN (Mohammad Sanusi)," ucap Yuyuk.

Untuk informasi, KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Mereka adalah Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja, dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro.

Sanusi diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar‎ dari PT APL terkait dengan pembahasan Raperda RWZP3K dan Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta oleh DPRD DKI. Kedua raperda itu sudah 3 kali ditunda pembahasannya di tingkat rapat paripurna.

Selaku penerima, Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

‎Sedangkan Ariesman dan Trinanda selaku pemberi dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP‎.‎

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya