Dinilai Komisi 'Banci', Kompolnas Tetap Dibutuhkan

Taji dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) masih belum terasa.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 20 Apr 2016, 12:21 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2016, 12:21 WIB
20160108-Gedung Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)-YR
Gedung Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Jakarta Selatan. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Taji dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) masih belum terasa. Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad menyebut komisi tersebut masih jauh dari tatanan ideal, sebagai pengawas eksternal kepolisian.

"Kedudukannya sekarang boleh dikatakan banci karena hanya merupakan lembaga penasihat bagi Presiden," kata Farouk, di Hotel Grand Kemang, Jakarta, Rabu (20/4/2016).

Dia menjelaskan Kompolnas seharusnya punya peran penuh sebagai badan pembuat kebijakan. Selama ini, kebijakan dibebankan pada Kapolri.

"Kapolri semestinya berperan hanya sebagai pelaksana kebijakan dan penentu kebijakan-kebijakan teknis," tutur Guru Besar Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana dari Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian.

Meski komisi itu dinilai 'banci', tetap saja Kompolnas dibutuhkan. Sebab, profesi kepolisian sarat dengan kewenangan diskretif. Hal tersebut bak pisau bermata ganda, bisa menjadi faktor keberhasilan, bisa pula menyebabkan perbuatan sewenang-wenang.

"Seiring dengan besarnya kewenangan diskresi yang dimiliki kepolisian, maka kehadiran fungsi pengawasan jadi suatu keharusan," jelas Farouk.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva juga sepakat diperlukan keberadaan Kompolnas. Saat ini, diperlukan penguatan secara hukum, agar komisi itu bisa memberi dampak dalam fungsi pengawasan.

"Ada pengawasan internal pula pada hakim, tapi tetap perlu Komisi Yudisial untuk pengawas eksternal pada hakim. Polri juga perlu Kompolnas sebagai pengawas eksternal. Sekarang juga diperlukan perbaikan yang juga menyasar Komisi Kejaksaan dan Komisi lain yang serupa," tandas Hamdan.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya