Kisah Fahri Hamzah Diancam Jenderal Sebelum Soeharto Lengser

Namun, Fahri enggan menyebut nama jenderal bintang dua ‎yang mengancam sebelum Soeharto lengser.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 22 Mei 2016, 04:03 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2016, 04:03 WIB
20160404-Fahri-Hamzah-Jakarta-JT
Fahri Hamzah memberikan keterangan pers terkait pemecatan dirinya dari keanggotaan PKS, Jakarta, Senin (4/3). Fahri mengklarifikasi mengenai keputusan Partai yang sepihak memberhentikan dirinya. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - ‎Jatuhnya rezim Orde Baru menjadi sejarah penting di Bumi Pertiwi. Dengan tumbangnya Pemerintahan Soeharto, dinilai menjadi awal bangkitnya Indonesia dari keterpurukan menuju masa yang lebih baik dan terbuka.

Salah satu saksi sekaligus pelaku sejarah jatuhnya rezim Soeharto adalah mantan aktivis 1998, Fahri Hamzah yang kini menjadi Wakil Ketua DPR. Dia menuturkan sempat diancam petinggi ABRI yang saat ini TNI agar tidak melakukan gerakan masif sehari sebelum Soeharto lengser. 

‎Fahri yang dulu bersama Amien Rais dan beberapa tokoh Muhammadiyah lainnya ikut berjuang untuk menurunkan Soeharto yang telah 32 tahun berkuasa, rencananya akan memperingati Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1998 di Monas sekaligus untuk mengumpulkan massa. Namun, hal tersebut urung dilakukan setelah mendapat ancaman serius.

 

"Kita sudah bikin pengumuman, niatnya 20 Mei 98 pagi itu ingin memperingati Kebangkitan Nasional dan itu mendapat antusias dari publik, tokoh dan masyarakat luas. Itu sekaligus membuka gerbang gerakan untuk menurunkan Pak Harto. 19 Mei 1998 malam saya bersama Pak Amien Rais dan AM Fatwa mencoba keliling ‎ke sekitar Monas dan melihat alat persenjataan diturunkan memang masif," cerita Fahri kepada Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (21/5/2016).

"Pas keliling itu, Pak Amien mendapat telepon dari jenderal bintang dua dan mengatakan jika rencana kita jangan diteruskan dan akan disikapi serius oleh aparat," sambung dia.

Namun, Fahri Hamzah enggan menyebut nama jenderal bintang dua ‎tersebut. Merespons ancaman itu, akhirnya Amien Rais meminta dirinya berkumpul di salah satu kediaman tokoh Muhammadiyah, Malik Fadjar untuk menentukan sikap apakah rencana awal tetap diteruskan atau tidak.

"Setelah berdiskusi akhirnya Pak‎ Amien bilang masa untuk menurunkan orang setua Soeharto harus mengorbankan darah-darah muda. Akhirnya 20 Mei 1998 subuh kita jumpa pers mengatakan pembatalan acaranya," ungkap Fahri.

Bongkar Celengan

Fahri Hamzah yang saat masih kuliah menjadi aktivis di Kesatuan Aksi Mahasiswa ‎Muslim Indonesia (KAMMI) juga menceritakan bagaimana teman-temannya dari berbagai kampus yang tergabung dalam organisasinya tersebut harus merogoh tabungannya untuk bekal perjuangan reformasi 1998.

"Dulu sampai memecahkan celengan lho teman-teman saya, dari fakultas tarbiyah juga ikut masif sekali antusiasmenya, berjuangnya," ucap Fahri.

Namun, Fahri juga tidak melupakan jasa-jasa masyarakat yang ikut membantu dalam aksi reformasi 1998 khususnya dalam bidang akomodasi para mahasiswa.

‎"Kalau yang di lapangan soal urusan nasi itu ada di semua tempat, banyak yang membantu termasuk dari para jaringan tokoh-tokoh," ujar dia.

Saat Soeharto resmi menyatakan mundur menjadi Presiden RI tepatnya 21 Mei 1998, Fahri pun menjadi saksi sejarah. Namun, saat Soeharto mengumumkan dirinya lengser, ia bersama tokoh Muhammadiyah kala itu melihat dari siaran langsung dari televisi.

"Saya bersama tokoh Muhammadiyah berkumpul di PP Muhammadiyah dan mengumpulkan wartawan, setelah resmi mengumumkan mundur kita langsung jumpa pers. Baru setelah itu kita kembali lagi ke Gedung DPR/MPR," Fahri Hamzah menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya