Jaksa Dakwa Damayanti Terima Suap Rp 8,1 Miliar

Jaksa Penuntut Umum mendakwa Anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti menerima suap Rp 8,1 miliar.

oleh Oscar Ferri diperbarui 08 Jun 2016, 14:51 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2016, 14:51 WIB
20160608-Damayanti Jalani Sidang Perdana Pembacaan Dakwaan-Jakarta
Ketua Majelis Hakim, Sumpeno memimpin jalannya sidang perdana kasus korupsi proyek Kementerian PUPR dengan terdakwa mantan anggota DPR dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (8/6). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa mantan anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti menerima suap Rp 8,1 miliar. Uang pelicin itu diterima Damayanti dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.

Uang sebanyak itu diberikan kepada politikus PDIP tersebut secara terpisah dengan rincian 328 ribu dolar Singapura, Rp 1 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat, dan 404 ribu dolar Singapura. Tujuan uang itu agar Damayanti mengusahakan proyek pembangunan jalan di Provinsi Maluku dan Maluku Utara.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," ujar Jaksa Iskandar Marwanto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (8/6/2016).

Patut diduga, lanjut Jaksa, Damayanti mengetahui uang 'haram' dari Khoir itu‎ guna mengusulkan kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu dan untuk menggerakkan kolega Damayanti di Komisi V DPR, Budi Supriyanto guna mengusulkan kegiatan pekerjaan rekonstruksi Jalan Warinama-Laimu di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional IX (BPJN) Maluku dan Maluku Utara.

Kedua proyek itu dimaksudkan sebagai usulan program aspirasi Anggota Komisi V DPR supaya masuk dalam RAPBN Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Jaksa melanjutkan, Damayanti mengusulkan agar dana proyek pembangunan jalan tersebut senilai Rp 41 miliar‎. Sementara proyek yang diusulkan Budi berbiaya Rp 50 miliar.

Usulan proyek tersebut kemudian diinisiasi oleh Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Amran menjanjikan kepada Damayanti, setiap anggota DPR akan mendapat fee atau komisi sebesar 6 persen dari setiap program aspirasi tersebut.

"Namun, karena melibatkan Julia Prasetyarini dan Dessy Ariyati Edwin (dua staf Damayanti) untuk mengurus fee bagi Budi Supriyanto, akhirnya disepakati fee yang akan diterima (Komisi V) seluruhnya berjumlah 8 persen," ucap Jaksa Iskandar.

Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Damayanti telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya