Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tak akan berhenti mencari keberadaan Royani, orang yang disebut-sebut sebagai sopir sekaligus ajudan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Royani 'menghilang' dalam dua bulan terakhir sejak namanya diagendakan diperiksa KPK dalam kasus dugaan suap pengajuan peninjauan kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. KPK menyatakan Royani adalah saksi yang memegang peranan penting dalam kasus tersebut.
Menurut Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief, pihaknya sudah berhasil mengendus keberadaan Royani. Namun, dia masih menolak menyebutkan di mana, sebab dikhawatirkan membuat Royani akan berpindah tempat.
"Kami tidak bisa dong bilang posisi. Misalnya kita kasih tahu posisinya, nanti dia pindah ke mana," ujar Syarief, Sabtu (11/6/2016).
Syarief mengatakan, KPK telah mengerahkan segala cara untuk menemukan keberadaan Royani tersebut. Dari informasi-informasi yang diterima pihaknya, Royani masih di Indonesia, namun kerap berpindah-pindah lokasi 'persembunyian'.
"Ada beberapa informasi (yang diterima) masih ada di Indonesia. Tapi dia selalu berpindah-pindah tempat. Setiap hari bergerak," ujar Syarief.
Royani sudah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik KPK. Bahkan, keberadaannya tidak diketahui sampai saat ini. Oleh karena itu, KPK kesulitan untuk mengorek keterangan orang yang disebut-sebut sopir sekaligus ajudan Sekretaris MA, Nurhadi itu.
Sedangkan Nurhadi juga telah beberapa kali diperiksa KPK mengenai kasus dugaan suap tersebut.
Namun demikian, KPK sudah mengirim surat pencegahan ke Ditjen Imigrasi atas nama Royani dan Nurhadi. Pencegahan itu berlaku untuk 6 bulan ke depan, agar sewaktu-waktu dibutuhkan keterangan kedua bersangkutan tidak sedang di luar negeri.
Dalam kasus dugaan suap pendaftaran perkara PK pada PN Jakpus ini KPK sudah menetapkan dua tersangka. Mereka yakni Panitera/Sekretaris PN Jakarta Pusat Edy Nasution dan Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga Doddy Ariyanto Supeno.
Edy diduga dijanjikan uang hingga Rp 500 juta oleh Doddy. Pada saat ditangkap tangan, KPK menemukan uang Rp 50 juta yang diduga sebagai suap. Namun pada perkembangannya, KPK menemukan indikasi ada penerimaan lain oleh Edy sebesar Rp 100 juta dari Doddy.
Advertisement