Nusron Wahid: Jihad Paling Nyata Itu Melawan Korupsi

Hikmah puasa yang paling besar dan nyata bagi bangsa Indonesia, manakala setelah Ramadan sudah tidak ada lagi korupsi.

oleh Liputan6 diperbarui 06 Jul 2016, 12:13 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2016, 12:13 WIB
Nusron Wahid
Nusron Wahid

Liputan6.com, Jakarta Bagi Ketua PBNU Nusron Wahid, hikmah puasa yang paling besar dan nyata bagi bangsa Indonesia, manakala setelah Ramadan sudah tidak ada lagi korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenangan.

"Perintah spiritual dalam puasa adalah menahan hawa nafsu. Jihad paling akbar juga perang melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang paling nyata di depan mata dan menjadi realitas publik adalah korupsi, manipulasi, kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok," ucap Ketua PBNU Nusron Wahid dalam khotbah Idul Fitri di Kantor KBRI Kuala Lumpur Malaysia, Rabu (6/7/2016).

Salat Idul Fitri di KBRI Kuala Lumpur dihadiri sekitar 3.000-an TKI dan WNI lainnya, selain dihadiri Kepala BNP2TKI Nusron Wahid dan Dubes RI untuk Malaysia Herman Prayitno.

Nusron menyatakan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan yang batil, menurut Imam Ghozali, merupakan manivestasi dan implementasi sifat bahimah (kehewanan), syabu'iyyah (kebuasaan), dan syaitoniyyah (kesetanan).

"Koruptor itu sifatnya dengan hewan, makan sebanyak-banyaknya untuk bersenang-senang, memangsa hak orang lain dan dilakukan penuh dengan rekayasa dan tipu daya yang sering dilakukan setan," kata Nusron.

Ketiga sifat yang menjerumuskan ini, menurut dia, hanya bisa dilawan dengan puasa Ramadan yang menjadi manivestasi dari sifat malakkiyyah yang harus dioptimalkan dalam diri manusia.

"Kalau puasa Ramadannya sukses, berarti mampu membunuh hawa nafsu, dan korupsi akan sirna digembleng melalui amaliah sholeh di bulan Ramadan," ucap Nusron.

Namun, menurut dia, puasa Ramadan masih penuh simbolik, masih sekadar ibadah formalistik, tanpa proses kontempelasi. Buka puasa, tarawih dan qiyamul lail marak di kantor-kantor pemerintahan dan rumah-rumah pejabat hampir tiap malam Ramadan.

"Itu merupakan hal baik. Sayangnya korupsi dan penyalahgunaan juga masih marak dan lancar dilaksanakan. Seakan puasa dan ibadah Ramadan adalah one thing, sementara korupsi adalah another thing. Ini yang harus diubah oleh bangsa Indonesia pasca-Ramadan tahun ini," ujar dia.

Nusron mengajak agar Idul Fitri dijadikan momentum amnesty (pengampunan) atas dosa dan perilaku sosial manusia Indonesia, agar kembali fitri, suci, merdeka, tanpa dosa seperti ketika bangsa ini baru lahir dan merdeka.

"Amnesty Syawal ini tanpa tarif dan tebusan seperti tax amnesty. Tapi cukup dengan declare dan pengakuan, penyesalan untuk tidak mengulangi kesalahan ritual maupun sosial kita," tutup Nusron.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya