Liputan6.com, Jakarta - Imas Kartika alias Alika (31) ditemukan meninggal di sebuah hotel. Kondisinya mengenaskan. Berlumuran darah dengan banyak luka tusukan. Dari hasil pemeriksaan forensik, Alika tewas karena batang tenggorokannya patah.
Kasus pembunuhan Alika tersebut, merupakan satu dari sekian pembunuhan sadis yang menimpa perempuan sepanjang 2016. Kematian tidak wajar itu pun dilakukan oleh orang dekat.
Memasuki Agustus, setidaknya sudah terdapat 6 kasus perempuan yang dibunuh secara sadis. Inilah kasus-kasus pembunuhan sadis hasil rangkuman Liputan6.com sepanjang 2016:
Pembunuhan Alika
Imas Kartika alias Alika (31), seorang perempuan yang tewas lantaran dibunuh teman kencannya. Alika tewas dalam keadaan tanpa busana dan berlumuran darah akibat banyak luka tusukan di lantai kamar 11C, Hotel Elysta, Koja, Jakarta Utara, Selasa 12 Juli 2016.
"Korban meninggal dunia akibat patahnya tulang tenggorokan berdasarkan hasil forensik," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Pusat, Kamis 14 Juli 2016.
Awi menegaskan, pembunuhan Alika masuk dalam kategori sadis sebab hampir sekujur tubuhnya ditemukan luka tusuk.
Selang 8 jam setelah pembunuhan, sang teman kencan, Sjahril Sidik dibekuk polisi saat minum kopi di suatu area istirahat, Purwakarta, Jawa Barat, pada Rabu 13 Juli dini hari pukul 04.00 WIB. Ketika ditangkap, dia sempat melarikan diri hingga akhirnya polisi menembak kaki kirinya.
Sjahril mengaku, pembunuhan terhadap Alika sudah direncanakan. Dia ingin menguasai harta Alika karena terlilit utang. Ia dikenal memilki sejumlah tunggakan, baik di tempat kerja maupun kos tempat huniannya.
"Banyak utang, itu sudah direncanakan. Utang di kantor dan utang kos-kosan juga. Memang pelaku ini pindah-pindah kos-kosan modusnya berpindah-pindah tempat tinggalnya," ujar Kapolsek Koja Kompol Supriyanto kepada Liputan6.com, Jakarta, Minggu 17 Juli 2016.
Penyidik kemudian menjerat Sjahril Sidik dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan diancam dengan hukuman penjara seumur hidup.
Pembunuhan Farah Nikmah
Jasad Farah Nikmah Ridallah (23) ditemukan di kolong jembatan tol Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara dalam sebuah boks pada Selasa, 12 Juli 2016.
Calvin Soepargo (42), seorang anak pewaris burung walet adalah pria di balik tewasnya Farah. Teman kencan Farah tersebut mengaku kesal lantaran dikata-katai 'loyo'.
Kejadian bermula ketika Jumat malam sekitar pukul 19.00 WIB pada 8 Juli 2016 Calvin menghubungi Farah melalui Whatsapp untuk datang ke Apartemen Aston Marina, Ancol, Jakarta Utara, tempat kediaman Calvin.
Dengan imbalan Rp 4 juta, Farah lalu melayani Calvin dan mulai berhubungan intim sekitar pukul 9 malam. Esoknya, Sabtu 9 Juli 2016 ketika Calvin mengajak Farah untuk kembali berhubungan badan, Farah menolak dan mengatakan kalimat yang menyinggung Calvin.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono mengungkapkan, akibat penolakan Farah, amarah Calvin tersulut dan memicunya untuk memukul bagian belakang kepala Farah hingga terjatuh. Tak berhenti sampai di situ, pelaku lalu mencekik korban hingga tewas.
Setelah dipastikan tidak bernapas, pelaku langsung memasukkan jasad ke dalam boks plastik beralaskan seprei motif kotak-kotak berwarna pink. Di dalam boks pun tak lupa dimasukkan kapur barus dan kemudian dibungkus rapi dengan lakban dan tali plastik berwarna biru.
Kemudian, Awi menuturkan, Calvin membawa boks berisi jasad Farah menggunakan troli dari apartemen pada pukul 20.00 WIB dan turun ke basement. Calvin kemudian memasukkan koper itu ke dalam mobil rental jenis Suzuki Ertiga dan membuang jasad Farah di kolong Tol Pantai Indah Kapuk.
Kurang dari 24 jam pengusaha itu ditangkap polisi di Apartemen Aston Marina Tower B lantai 27 unit BJ, Pademangan Jakarta Utara pada pukul 04.05 WIB.
Kanit Reskrim Polsek Penjaringan Kompol Bungin Misalayuk menuturkan, kayu sepanjang 50 cm yang dibuang ke Kali Gunung Sahari merupakan kayu yang digunakan tersangka saat menghabisi korban Farah Nikmah. Selain kayu, Calvin juga turut membuang tas korban berisi HP yang diisi batu dan kantung plastik berisi pakaian korban berlumuran darah dengan motor.
Jasad Farah sempat dibiarkan di apartemen Calvin untuk kemudian dimasukkan ke dalam boks kontainer sebelum dibuang. Baru pada hari Minggu 10 Juli 2016 sekitar pukul 19.44 WIB, Calvin keluar membuang jasad Farah.
Advertisement
Kematian Tragis Yuyun
Yuyun, remaja berusia 14 tahun asal Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu menjadi korban kejahatan seksual oleh 14 pria, di antaranya masih di bawah umur. Dia meninggal dunia.
Menurut Koordinator Divisi Pelayanan Perempuan WCC Desi Wahyuni, kejadian yang menimpa Yuyun terjadi pada Sabtu, 2 April 2016 saat pulang sekolah. Sambil membawa alas meja dan bendera merah putih, Yuyun berjalan menuju rumahnya yang berjarak 1,5 kilometer dari sekolah.
Saat berjalan, Yuyun berpapasan dengan 14 pelaku atas nama Dedi Indra Muda (19), Tomi Wijaya (19), DA (17), Suket (19), Bobi (20), Faisal Edo (19), Zainal (23), Febriansyah Syahputra (18), Sulaiman (18), AI (18), EK (16) dan SU (16).
Pelaku yang berpapasan dengan Yuyun langsung mencegat dan menyekap Yuyun. Gadis remaja ini pun dipukul dengan kayu, kaki tangannya diikat, leher dicekik. Dia kemudian dicabuli oleh 14 pemuda tersebut. Dua hari setelah peristiwa, Senin 4 April 2016, jasad Yuyun ditemukan dalam kondisi tanpa busana dan terikat di jurang.
Tim jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Curup memastikan bagi para pemerkosa Yuyun akan dikenakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup.
Kasus Mutilasi Nuri
Nur Astiyah (34), perempuan yang sedang hamil 7 bulan menjadi korban mutilasi dalam kamar kontrakannya di Telagasari, Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten.
Kusmayadi alias Agus, warga Kampung Jambu RT02/02 Desa Sibanteng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat adalah pria di balik tindakan sadis tersebut. Nuri dan Agus bekerja pada sebuah restoran rumah Padang yang sama, di mana Agus menjadi kepala rumah makan dan Nuri kasirnya. Keduanya memiliki hubungan lebih dari sekadar teman.
"Dari rumah makan tersebut mereka bertemu, lalu memungkinkan adanya komunikasi dan ada hubungan tertentu, bukan hanya teman," tutur Kapolres Tangerang Komisaris Besar Irman Sugema.
Keduanya mulai tinggal satu rumah sejak Agustus 2015 di Jalan Haji Malik, dekat Pasar Cikupa, tepatnya di Kampung Telaga Sari.
Sebulan hidup bersama, Nuri rupanya sudah berbadan dua. Dia mengandung anak Agus. Sejak saat itu, cekcok antara keduanya kerap terjadi. Nuri menuntut kejelasan status hubungan kepada Agus. Juga jatah uang selama mereka hidup satu atap.
Puncaknya adalah di pekan kedua April. Agus mulai terpikir untuk menghabisi nyawa Nuri. Dia bertanya pada dua anak buahnya di Rumah Makan Gumarang terkait rencana pembunuhan. Hingga kemudian Nuri dibunuh dan dimutilasi.
Agus memotong jasad Nuri untuk menyamarkan tindakan kejinya. Ia kemudian memotong tangan kanan dari lengan bahu, tangan kiri, pangkal paha kanan, hingga kaki kiri lalu dibungkus dengan sebuah plastik besar. Agus menggunakan golok dan gergaji yang dibuang bersamaan dengan potongan kaki Nuri.
Agus ditangkap polisi saat mengunjungi temannya, karyawan Rumah Makan (RM) Padang Selera Bundo di Jalan Masrip Nomor 9-11, Karang Tilang, Surabaya, Jawa Timur, Rabu 20 April 2016.
Wakapolresta Tangerang AKBP Mukti Juharsa menegaskan, tindakan Agus termasuk ke dalam kategori pembunuhan berencana karena sebelum membunuh Nuri, Agus sempat menanyakan apakah pembunuhan termasuk dosa atau tidak kepada Valen dan Erik, salah satu pegawai di rumah makan Gumarang, tempar Nuri dulu bekerja.
"Pelaku dijerat pasal 340 subsider 338 KUHP tentang pembunuhan biasa dan pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati," tambahnya.
Kepada Erik yang membantu menyembunyikan mayat, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti menjeratnya dengan Pasal 181 KUHP tentang Tindak Pidana Menyembunyikan Mayat.
Advertisement
Pembunuhan Bella Oktaviani
Seorang perempuan berusia 19 tahun, Bella Oktaviani ditemukan tewas di sebuah hotel di kawasan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Selasa, 2 Agustus 2016 pukul 14.00 WIB. Korban tewas karena dicekik oleh teman mayanya, Fajar Firdaus Persada (23) yang ia kenal melalui media Facebook.
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Tubagus Ade Hidayat mengatakan, korban tewas diduga kuat akibat kehabisan oksigen. Pada saat peristiwa berlangsung, keduanya terlibat cekcok sebelum akhirnya pelaku mencekik leher korban.
"Korban melakukan perlawanan hingga akhirnya meninggal dunia. Dengan cara apa, diduga meninggal akibat kekurangan oksigen. Hasil visum korban dicekik," ujar Ade di Mapolres Jakarta Selatan, Kamis (4/8/2016).
Ade menjelaskan, di tubuh Bella juga ditemukan sejumlah luka memar. Namun, ia memastikan korban tewas bukan akibat luka-luka tersebut.
"Luka memar di leher, pipi, dan tangan, diduga akibat korban berontak dan melakukan perlawanan. Tapi penyebabnya bukan karena luka, tapi karena kehabisan oksigen," sambung Ade.
Keributan terjadi akibat korban yang terbakar api cemburu saat memergoki sebuah pesan masuk dari wanita tak dikenal di handphone Fajar.
"Diduga karena cemburu. Apalagi korban dan pelaku sempat berhubungan badan hingga dua kali. Saat istirahat, korban lihat ada pesan BBM masuk di handphone pelaku, diduga dari cewek," ujar Eko di Mapolres Jakarta Selatan, Kamis (4/8/2016).
Di bawah pengaruh alkohol, Bella kalap dan seketika mengamuk karena merasa ditipu. Bella lantas menggigit jari Fajar. Fajar yang kesal pun langsung memberikan perlawanan dengan mencekik Bella hingga tewas.
"Korban kalap, berontak, kemudian dibekap oleh pelaku. Dicekik lehernya sampai meninggal," kata Eko.
Pembunuhan Enno Parihah
Jenazah Enno Parihah ditemukan mengenaskan di kamar mess pabrik plastik PT Polyta Global Mandiri, Kampung Jatimuliya, RT 01 RW 04, Desa Jatimuliya, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat 13 Mei 2016.
Tim gabungan Polda Metro Jaya dan Polres Metro Tangerang Kota, akhirnya meringkus tiga pelaku pembunuhan sadis menggunakan gagang cangkul terhadap gadis 18 tahun itu. Mereka yakni RAL atau RAH alias A, RAR alias Arif, dan IH alias Imam.
Ketiga pelaku baru saling mengenal. Mereka baru bertemu sesaat sebelum membunuh Enno di luar mess. Motif pembunuhan ini diduga karena kesal lantaran perasaan asmara mereka tak mendapatkan respons baik dari Enno Parihah.
Berdasarkan hasil visum RSUD Tangerang, Enno mengalami luka luar dan dalam yang cukup parah. Luka tersebut semuanya diakibatkan penganiayaan ketiga pelaku hingga korban meninggal.
"Pemeriksaan luar, ditemukan luka terbuka pada pipi kanan, luka lecet pada pipi kanan, memar pada bibir atas dan bawah, dan luka lecet pada leher," beber Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti saat mengungkap kasus ini di kantornya, Jakarta, Selasa 17 Mei 2016.
Korban juga mengalami luka terbuka dan pendarahan luar biasa akibat ditusuk menggunakan gagang cangkul. Sedangkan dada korban mengalami luka lecet dan memar akibat gigitan pelaku.
Luka dalam yang dialami korban jauh lebih tragis akibat kekejian para pelaku. Tim medis menemukan patah tulang pipi kanan, rahang kanan, serta luka terbuka yang menembus lapisan penutup rongga panggul.
"Juga robeknya hati sampai belakang bawah menembus ke atas dekat rongga dada kanan, robeknya paru-paru kanan bagian atas sampai bawah, pendarahan pada rongga dada 200 cc, dan rongga perut 300 cc," ungkap Krishna.
Sementara itu, di antara 3 pembunuh Enno, hanya satu terdakwa yaitu RAL (16) yang telah disidang dan divonis. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang memvonis RAL (16), pembunuh Enno Parihah (18) dengan cangkul, memvonis 10 tahun penjara.
Dalam persidangan yang menghadirkan saksi mahkota, yaitu tersangka lain pembunuhan Enno Parihah yang dibunuh dengan cangkul, Rahmat Arifin (24), mengaku tidak mengenal RAL. Dia menyebut RAL tidak di lokasi kejadian saat peristiwa pembunuhan sadistis tersebut berlangsung. Bahkan, dia menyebut remaja tanggung tersebut tidak ada di lokasi kejadian.
Namun tak berselang lama, terungkap fakta bahwa keterangan kedua saksi mahkota di persidangan itu bohong. Hal itu terungkap setelah salah satu tersangka, yakni Arifin, mengakui kebohongannya melalui surat pernyataan bermaterai yang ditulis di hadapan penyidik.
"Ini ada surat pernyataannya kalau dia berbohong, ada materainya, didampingi pengacaranya, dia menyesal," ujar Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Budi Hermanto, Jakarta, Kamis 9 Juni 2016. (Winda Prisilia)
Advertisement