Liputan6.com, Jakarta Hakim Binsar Gultom kembali menyeret informasi yang mengaitkan toksikolog asal Universitas Monash, Australia, Michael David Robertson, dengan kasus pembunuhan di San Diego, AS tahun 2000 lalu.
Namun, Robertson memilih untuk tidak menjelaskannya. Robertson adalah ahli yang dihadirkan kubu terdakwa Jessica Kumala Wongso.
Baca Juga
"Yang bersaksi di persidangan haruslah orang baik, jadi sekali lagi saya ingin penjelas ada pernah masalah di masa lalu," ujar Binsar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (21/9/2016).
Advertisement
Robertson lalu merespons dengan tegas pernyataan Binsar Gultom. "Kalau laporan tersebut bersifat pribadi, saya memilih tidak berkomentar. Saya tidak tahu rincian dari laporan tadi," kata Robertson.
Pembunuhan yang mengaitkan Robertson tersebut terjadi pada tahun 2002 di San Diego, Amerika Serikat. Korban Gregory De Villers ditemukan tewas dengan ditaburi kelopak bunga mawar di sekelilingnya. Pembunuhan tersebut disebut sebagai 'American Beauty'.
Penyelidikan kepolisian mengarah pada Kristin Rossum, istri korban, sebagai tersangka. Kristin adalah seorang toksikolog dan bekerja sebagai bawahan Robertson. Lebih jauh dari itu, Kristin dan Robertson memiliki hubungan gelap.
Rossum divonis hukuman mati atas pembunuhan yang menyedot perhatian publik Amerika tersebut.
Adapun De Villers tewas diracun Fentanyl, obat antidepresan yang berdosis tinggi dari morfin. Tinggal beberapa lama di Amerika Serikat, namun biro investigasi setempat tidak menemukan keterkaitan pembunuhan itu melibatkan Robertson.
Dikutip dari Herald Sun dalam sebuah wawancara ekslusif, Robertson menilai tudingan tersebut berdampak menghancurkannya secara personal dan profesi.
Usai menjawab pertanyaan hakim, persidangan kembali dilanjutkan pada penjelasan sifat-sifat sianida yang membunuh.