Wiranto: Jokowi Tak Minta Jaksa Agung Periksa SBY soal TPF Munir

Menurut Wiranto, perintah Presiden Jokowi hanya menelusuri keberadaan dokumen TPF Munir.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 26 Okt 2016, 14:16 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2016, 14:16 WIB
20161007- Menko Polhukam Wiranto Setor LHKPN-Jakarta-Helmi Afandi
Menko Polhukam Wiranto (kiri) usai menyambangi Gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/10). Kedatangannya secara khusus utuk menyetorkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Polemik keberadaan dokumen TPF Munir belum juga usai. Pernyataan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga seakan belum menjawab pertanyaan besar keberadaan dokumen asli TPF Munir.

Sejak masalah ini mencuat, Presiden Joko Widodo memang meminta Jaksa Agung HM Prasetyo untuk mencari keberadaan dokumen itu. Kemudian dipelajari kembali bila ada kemungkinan fakta baru (novum) yang bisa ditindaklanjuti.

Menko Polhukam Wiranto membantah kabar perintah Presiden Jokowi yang meminta Jaksa Agung memeriksa SBY. Sebab, perintah Presiden hanya menelusuri keberadaan dokumen itu.

"Jadi tidak ada kemudian perintah oleh Jaksa Agung mengusut SBY sebagai mantan presiden, tidak ada. Saya ulangi lagi, tidak ada keinginan Presiden (Jokowi) memerintahkan Jaksa Agung untuk mengusut SBY," ujar Wiranto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/10/2016).

Wiranto mengapresiasi langkah SBY dan para mantan-menteri Kabinet Indonesia Bersatu menjelaskan proses dokumen itu sampai saat ini bak hilang ditelan bumi. Jadi, tidak ada upaya untuk mengusut SBY terkait TPF Munir.

"Jadi kembali tadi, yang ada satu berita miring tadi yang Jokowi memerintahkan mengusut presiden SBY itu, tidak ya. Memang kata-kata mengusut dan menelusuri itu beda. Menelusuri itu kan memang wajar setelah ada berita itu di sana, itu ditelusuri. Mengusut itu sudah ke ranah, ranah hukum," jelas dia.

Masyarakat tidak perlu khawatir dengan penegak hukum pada pemerintahan Jokowi. Begitu dokumen asli ditemukan, Jaksa Agung akan mempelajari, mengevaluasi laporan itu. Dari situ, baru bisa diambil keputusan akan dilanjutkan ke ranah hukum atau tidak.

"Tentu tidak serta merta dan tidak harus ada target waktu sesuai kehendak publik, tetap mengalir dalam ranah hukum, sesuai dengan mengalirnya proses itu dengan acuan hukum yang berlaku. Itu kan jaminan," terang Wiranto.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya