Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis kepada eks Bupati Bener Meriah, Aceh, Ruslan Abdul Gani pidana penjara selama lima tahun. Majelis juga menjatuhkan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Ruslan.
Ruslan dinilai majelis hakim terbukti melanggar Pasal 2 ayat juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca Juga
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Mas'ud saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (22/11/2016).
Advertisement
Tak cuma itu, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 4,3 miliar. Dengan ketentuan, apabila dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap tidak dibayar, harta Ruslan akan dilelang jaksa. Jika harta benda tidak mencukupi, akan diganti pidana penjara selama satu tahun.
Dalam putusan ini, ada sejumlah hal dipertimbangkan majelis hakim. Hal memberatkan, perbuatan Ruslan tidak sejalan dengan program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Akan tetapi, karena dia belum pernah dihukum, menyesali perbuatan, dan masih memiliki tanggungan keluarga menjadi pertimbangan yang meringankan majelis hakim.
Bagi-bagi Uang Proyek
Sebelumnya, Ruslan Abdul Gani didakwa telah melakukan korupsi dan merugikan negara secara bersama-sama sebesar Rp 5,3 miliar atas proyek pembangunan dermaga bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam, tahun anggaran 2011.
Saat itu, Ruslan meminta pejabat pembuat komitmen (PPK) membuat harga perkiraan sendiri (HPS) berdasarkan harga yang telah digelembungkan dan menerima uang dari kontraktor pelaksana pekerjaan.
Ruslan terbukti melakukan korupsi ketika menjabat sebagai Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Ruslan diangkat sebagai Kepala BPKS berdasarkan Surat Keputusan (SK) Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh saat itu.
Kemudian hasil korupsi tersebut dibagi bersama bos PT Nindya Karya, Heru Sulaksono senilai Rp 19,8 miliar dan perwakilan PT Nindya Karya, Sabir Said sebesar Rp 3,8 miliar.
PT Nindya Karya merupakan perusahaan penggarap proyek pembangunan dermaga tersebut. Selain itu, uang korupsi diduga juga mengalir ke pejabat pembuat kebijakan (PPK) pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2004-2010, Ramadhani Ismy senilai Rp 470 juta, dan Ananta Sofwan selaku staf ahli PT Ecoplan Rekabumi Interconsultant sebesar Rp 250 juta.