Pernyataan Lengkap Kapolri soal Aksi 112 Besok

Kapolri tegaskan akan membubarkan massa yang menggelar aksi long march dari Monas ke Bundaran HI.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 10 Feb 2017, 16:05 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2017, 16:05 WIB
20161202-Kapolri ikut Doa Bersama 2 Desember di Monas-Jakarta
(Ki-ka) Ustad Arifin Ilham, Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Imam Besar FPI Habib Rizieq Syihab memantau demo 2 Desember di Monas, Jakarta, Jumat (2/12). Kapolri bergabung dengan massa yang menggelar doa bersama. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian memberikan lampu hijau kepada sekelompok masyarakat yang akan menggelar aksi 112 di Istiqlal, Sabtu besok. Kapolri menegaskan, pihaknya akan membubarkan massa bila diketahui menggelar aksi long march dari Monas ke Bundaran HI.

"Pertama adalah tidak boleh melaksanakan kegiatan keluar jalan kaki atau long march karena ini melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Pasal 6, dan kalau sampai dilaksanakan maka Polri didukung TNI akan menindak tegas sesuai Pasal 15, yaitu dapat membubarkan," kata Kapolri di Mapolda Metro Jaya, Jumat (10/2/2017).

Meski kelompok masyarakat yang akan menggelar aksi tersebut berkukuh bahwa aksi besok adalah aksi untuk ibadah, tidak dimungkiri ada aroma politik yang dibungkus dalam aksi 112 besok.

"Namun rekan sekalian masih cukup kental aroma politik dari aksi ini. Kita melihat bahwa masalah keagamaan sebaiknya tidak dikaitkan dengan masalah politik. Oleh karena itu, kita mengimbau dan meminta kepada panitia, termasuk dari pengurus Masjid Istiqlal dan Imam Besar Istiqlal sudah memberikan warning kepada panitia untuk menggunakan Istiqlal bukan untuk kegiatan politik meskipun bungkus keagamaan," ujar Tito.

Berikut pernyataan lengkap Jenderal Tito Karnavian terkait aksi 112 yang digelar sekelompok masyarakat, Sabtu 11 Februari 2017 besok.

"Kami bersama TNI dan jajaran Kodam dan juga jajaran Polda Metro Jaya dan beberapa pejabat Mabes Polri, intinya kami membahas mengenai rencana pengamanan aksi yang akan dilakukan sekelompok masyarakat yang mereka sebut aksi 112. Oleh sekelompok masyarakat saya garis bawahi karena ini sekelompok masyarakat tertentu.

Jadi kalau beberapa Ormas Islam mainstream yang besar seperti Muhammadiyah Haidar Nasir tidak mendukung aksi ini. Dari Rais Aam PBNU juga jelas menyampaikan tidak mendukung aksi ini. Demikian juga MUI, bahkan menyarankan lebih baik membatalkan karena mobilisasi massa erat hubunganya dengan masalah politik pilkada dan keberatan masalah keagamaan dikaitan dengan politik pilkada.

Berkaitan dengan itu, beberapa waktu lalu elemen masyarakat ini berupaya melakukan long march dari Monas ke Bundaran HI dan kembali ke Monas. Dan, menanggapi rencana tersebut Panwaslu DKI dan KPUD DKI, PLT Gubernur, Kapolda, dan Pangdam sudah melakukan press conference yang isinya melarang aksi tersebut karena potensial melanggar Undang-undang Pilkada, sekaligus juga melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun '98 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum, khususnya Pasal 6 yang menyatakan bahwa berpotensi mengganggu ketertiban publik, jadi satu batasan menyampaikan pendapat tidak boleh mengganggu hak asasi orang lain dan mengganggu ketertiban publik.

Jalan kaki hari Sabtu di hari kerja masih di jalan protokol itu mengganggu. Apalagi mengusung isu politik. Oleh karena itu, tegas dari instansi tadi menyampaikan dilarang. Kemudian, kelompok-kelompok ini yang menyampaikan aksi ini mengubah dengan cara kegiatan di laksanakan di Istiqlal dalam bentuk ibadah dan tausiah.

Untuk itu, kegiatan yang perubahan ini sepanjang tidak melanggar hukum dapat dilakukan. Namun, rekan sekalian masih cukup kental aroma politik dari aksi ini. Kita melihat bahwa masalah keagamaan sebaiknya tidak dikaitkan dengan masalah politik. Oleh karena itu, kita mengimbau dan meminta kepada panitia termasuk dari pengurus Masjid Istiqlal dan Imam Besar Istiqlal sudah memberikan warning kepada panitia untuk menggunakan Istiqlal bukan untuk kegiatan politik meskipun bungkus keagamaan.

Kemudian, kami sudah memberikan beberapa hal yang dapat menjadi atensi panitia. Pertama adalah tidak boleh melaksanakan kegiatan keluar jalan kaki atau long march karena ini melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun '98 Pasal 6, dan kalau sampai dilaksanakan maka Polri didukung TNI akan menindak tegas sesuai Pasal 15, yaitu dapat membubarkan.

Kalau dalam pembubaran tersebut dengan cara lisan kemudian terjadi perlawanan, maka diterapkan bisa undang-undang lain, KUHP, yaitu Pasal 212 sampai 218 yaitu melawan perintah petugas. Untuk itu saya minta tegas dan sesuai kesepakatan yang ada tidak ada kegiatan long march jalan kaki, tapi adanya kegiatan ibadah.

Saya juga mengimbau kepada panitia tidak perlu untuk mengundang warga lain dari luar DKI karena Pilkada ini Pilkada DKI. Kita sudah mendengar ada beberapa unsur dari luar kota yang datang dan kita sudah tahu unsurnya dari mana.

Dari kelompok tertentu saya sudah tahu. Bukan masyarakat biasa sekali lagi. Tapi memang di mobilisasi untuk itu. Kita sudah ingatkan kenapa, karena kalau mau ibadah silahkan beribadah. Tapi jangan akal-akalan mau tumpah ke jalanan dalam rangka memberikan kesan provokatif dan berpotensial melanggar hukum.

Ingat, bahwa pelanggaran hukum kalau tidak ditindak saat itu masih bisa ditegakan saat itu. Ini yang saya ingin ingatkan kepada rekan sekalian. Jadi, jangan juga di dalam tausiah dan orasi tolong jauhi dari warna politik. Karena aturan itu sudah ada.

Kita akan lakukan pengamanan ketat dengan 20 ribu personel lebih. Dan kalau ada yang melakukan aksi unjukrasa di Monas sesuai setting pertama akan melakukan long march, kami sudah mengecek ke Direktorat Intelijen Polda dan Mabes tidak ada yang memberikan pemberitahuan.

Dalam undang-undang, pemberitahuan dua hari sebelumnya. Ini besok dilaksanakam jadi hari ini tidak ada pemberitahuan long march dari unsur lain. Oleh karena itu siapapun yang melakukan aksi di Monas tanpa pemberitahuan berarti melanggar Undang-Undang Nomor 9 tahun '98 dan akan kita terapkan Pasal 15, yaitu pembubaran yang kalau pembubaran di tentang kita bisa lakukan upaya paksa.

Berarti karena tidak ada pemberitahuan, berarti akan ada upaya paksa bila ada melakukan aksi di Monas. Silahkan di Istiqlal tapi dibatasi.

Sekali lagi, Kita akan melakukan pengamanan ini untuk menjamin norma-norma demokrasi berjalan. Ini pesta demokrasi yang akan kita lakukan beberapa waktu mendatang tanggal 15, agar betul dilakukan sesuai aturan. Terutama prinsip umum, bebas, langsung, rahasia, jujur, dan adil. Semua orang dibebaskan untuk menentukan hak pilih masing-masing.

Yang kedua, untuk menjamin keamanan dan ketertiban. Karena pengumpulan massa rentan kerawanan gangguan Kamtibmas, sehingga dilaksanakan kegiatan pengamanan oleh kepolisian bersama dengan TNI.

Tujuan kita tak lain untuk menjaga keamanan dan ketertiban agar masyarakat Jakarta merasa tenang. Komunikasi yang telah dibuka dengan panitia, baik dari Polda maupun Bapak Menko Polhukam kemarin kita sudah mendengar langsung dalam komunikasi tersebut.

Panitia berjanji bertekad untuk melaksanakan kegiatan berlangsung secara tertib, aman. Komitmen itu kami pegang. Dan kemarin sudah disampaikan juga bahwa bapak Menko Polhukam menyampaikan silakan kegiatan dilakukan asal tidak melanggar ketertiban umum, tidak melanggar hukum.

Artinya, sepanjang tidak melanggar hukum, tertib, tidak sampai dengan jalan raya dan lain-lain. Karena itu jumlahnya jangan sampai jumlahnya meluber keluar dari Istiqlal. Itu bisa kami akomodir.

Namun, kalau seandainya terjadi pelanggaran hukum, kami juga tetap memegang komitmen antara panitia dengan bapak Menko Polhukam, maka kami akan lakukan tindakan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di NKRI ini. Karena negara ini negara hukum.

Kita berdoa semua, semoga semua berjalan dengan lancar, dan Insha Allah kita akan bekerja secara maksimal. Polri dan TNI untuk menjamin pesta demokrasi berjalan lancar dan NKRI dengan ke-Bhineka Tunggal Ika-annya tetap berdiri tegak."

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya