Liputan6.com, Jakarta - Beda orang, beda pula pola makan yang efisien untuk menurunkan berat badan. Di antara sejumlah diet, puasa intermiten (IMF) dan defisit kalori jadi dua yang belakangan cukup populer. Mana yang lebih baik?
Melansir Times of India, Selasa, 8 April 2025, sebuah studi baru menemukan bahwa puasa intermiten berhasil menurunkan berat badan lebih besar daripada diet defisit kalori. Para peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Colorado menerbitkan temuan mereka di Annals of Internal Medicine.
Baca Juga
Studi tersebut menunjukkan bahwa rencana 4:3, jenis diet IMF yang populer, mengalami penurunan berat badan rata-rata sebesar 7,6 persen pada tahun pertama dibandingkan dengan lima persen kelompok pembatasan kalori harian (DCR). Meski studi sebelumnya telah meneliti puasa intermiten dan defisit kalori, keduanya tidak melaporkan perbedaan yang mencolok.
Advertisement
"Saya terkejut dan gembira karena hasilnya lebih baik," kata MD, penulis utama dan profesor madya endokrinologi di Fakultas Kedokteran Universitas California, Victoria Catenacci. "Pesan yang lebih penting bagi saya adalah bahwa ini strategi diet yang merupakan alternatif berbasis bukti, terutama bagi orang-orang yang telah mencoba DCR dan merasa kesulitan."
Demi menemukan pola makan terbaik, para peneliti secara acak menugaskan 165 orang dewasa dengan berat badan berlebih atau obesitas untuk menjalani puasa intermiten 4:3 atau pembatasan kalori selama 12 bulan. Peserta dalam kelompok puasa intermiten 4:3 berpuasa tiga hari seminggu secara tidak berurutan, sehingga mengurangi asupan kalori mereka hingga 80 persen pada hari-hari tersebut.
Kelebihan Puasa Intermiten
Pada empat hari lainnya, mereka dapat makan dengan bebas, tapi didorong untuk membuat pilihan yang sehat. Di sisi lain, kelompok defisit kalori mengikuti batasan kalori harian yang dirancang untuk memangkas asupan energi mereka hingga 34,3 persen.
Semua peserta diberikan keanggotaan pusat kebugaran gratis dan didorong berolahraga selama 300 menit per minggu. Mereka juga mendapat dukungan kelompok, panduan penghitungan kalori, dan rekomendasi diet, dengan target 55 persen karbohidrat, 15 persen protein, dan 30 persen lemak.
Pada akhir tahun, peserta dalam kelompok puasa intermiten mengalami perubahan berat badan sebesar 7,6 persen. Kelompok defisit kalori hanya menunjukkan perubahan sebesar lima persen. Sebanyak 58 persen dari mereka dalam kelompok puasa mencapai penurunan berat badan dibandingkan dengan 47 persen dalam kelompok defisit kalori.
Individu dalam IMF mencapai hasil kardiometabolik yang hebat, termasuk tekanan darah sistolik, kadar kolesterol total dan lipoprotein densitas rendah, serta kadar glukosa puasa. Para peneliti juga menekankan bahwa puasa tidak mengharuskan penghitungan kalori dan diet ketat setiap hari.Â
Advertisement
Risiko Puasa Intermiten
Jadi, peserta dapat nikmati diet sehat dengan puasa intermiten dan membuat perubahan yang diperlukan pada berat badan mereka selama menjalaninya. Kendati demikian, puasa intermiten dilakukan bukan tanpa risiko.
Melansir Healthline, rasa lapar merupakan salah satu efek samping paling umum terkait puasa intermiten. Ketika mengurangi asupan kalori atau tidak mengonsumsi kalori dalam waktu lama, Anda mungkin mengalami peningkatan rasa lapar.
Sakit kepala juga merupakan efek samping puasa intermiten yang mungkin terjadi. Sakit kepala biasanya terjadi selama beberapa hari pertama periode puasa karena tubuh Anda mulai terbiasa dengan gaya makan yang baru.
Sebuah tinjauan studi tahun 2021 mengamati 18 studi tentang orang yang menjalani puasa intermiten. Dalam empat studi yang melaporkan efek samping, beberapa peserta mengatakan bahwa mereka mengalami sakit kepala ringan.
Masalah pencernaan, termasuk gangguan pencernaan, diare, mual, dan kembung, adalah efek samping yang mungkin Anda alami jika melakukan puasa intermiten. Tidak ketinggalan, beberapa orang mungkin jadi mudah tersinggung dan gangguan suasana hati lainnya saat melakukan puasa intermiten akibat gula darah rendah.
Waspadai Efek Samping Defisit Kalori
Sementara itu, risiko diet defisit kalori meliputi gizi yang terlalu sedikit. Jika mengurangi terlalu banyak kalori atau jika tidak mengonsumsi makanan yang tepat, tubuh Anda tidak akan mendapatkan semua nutrisi yang dibutuhkannya. Misalnya, jika Anda tidak cukup mengonsumsi makanan kaya kalsium, kesehatan tulang Anda akan terancam.
Energi rendah juga jadi efek samping diet defisit kalori yang berlebihan. Saat mengurangi kalori, tubuh Anda mencoba menghemat simpanan energinya dengan memperlambat metabolisme. Hal ini dapat membuat Anda merasa kedinginan dan lesu, juga dapat menyebabkan sembelit.
Potensi dampak lainnya adalah brain drain. Sama seperti bagian tubuh lainnya, otak membutuhkan kalori untuk menjalankan fungsinya. Mengurangi terlalu banyak kalori dapat memengaruhi fungsi otak Anda.
Batu empedu jadi risiko lainnya dari diet sefisit kalori. Pembatasan kalori yang sangat ketat dapat menyebabkan penurunan berat badan yang cepat, faktor risiko untuk batu empedu yang menyakitkan.
Anda juga berisiko mengalami gangguan pola makan. Diet dapat membuat Anda terlalu fokus pada makanan dan menimbulkan perasaan negatif lainnya, yang dapat menyebabkan pola makan bermasalah.
Â
Advertisement
