KPK Periksa Bupati Klaten Tersangka Suap Jual-Beli Jabatan

Penyidik KPK masih mendalami dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini suap jabatan yang menjerat Bupati Klaten.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 24 Feb 2017, 10:19 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2017, 10:19 WIB
20170111- Pemeriksaan Perdana Bupati Klaten Nonaktif- Sri Hartini-Jakarta- Helmi Afandi
Bupati Klaten nonaktif, Sri Hartini berada di dalam mobil yang menjemputnya usai menjalani pemeriksaan KPK terkait kasus dugaan suap promosi dan mutasi jabatan di Klaten, Jakarta, Rabu (11/1). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bupati Klaten, Sri Hartini, tersangka dugaan suap jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten, Jawa Tengah.

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai tersangka suap terkait promosi dan mutasi jabatan di lingkungan Kabupaten Klaten," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat (24/2/2017).

Febri mengatakan, penyidik KPK masih terus mendalami dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Termasuk mengejar keterangan hingga ke Klaten. Dua hari lalu, sebanyak 28 saksi diperiksa penyidik KPK di Klaten. Mulai dari anggota DPRD, hingga para PNS setempat.

KPK resmi menetapkan Bupati Klaten Sri Hartini sebagai tersangka kasus dugaan suap jual-beli jabatan terkait rotasi sejumlah jabatan di Pemkab Klaten. Selain Sri, KPK menetapkan Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten, Suramlan,‎ ‎sebagai tersangka.

Sri, bupati yang diusung PDIP, diduga menerima sekitar Rp 2 miliar lebih, US$ 5.700, dan 2.035 dolar Singapura dari para pihak yang 'memesan' jabatan tertentu.

Sebagai penerima suap, Sri dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Sedangkan kepada Suramlan selaku terduga penyuap Bupati Klaten, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya