Liputan6.com, Jakarta - Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR Sufmi Dasco mengaku belum bisa berbuat banyak terkait penindakan terhadap Ketua DPR Setya Novanto. Nama Setya Novanto disebut dalam dakwaan kasus korupsi e-KTP.
Menurut Sufmi, Ketua Umum Partai Golkar ini belum berstatus tersangka, meski namanya kerap disebut dalam kasus e-KTP.
"Kita (MKD) tidak punya kewenangan kecuali yang bersangkutan menjadi tersangka, baru bisa ditindaklanjuti," kata Sufmi di Jakarta, Kamis 9 Maret 2017.
Advertisement
Namun begitu, kata Sufmi, MKD hanya dapat menindak pelanggaran yang terjadi pada periode saat ini saja. Sementara Setya Novanto disebut dalam dakwaan terkait kasus e-KTP pada November 2009 hingga Mei 2015.
"(Korupsi E KTP) kan periode lalu kejadiannya, MKD periode sekarang hanya berwenang untuk menindak pelanggaran yang terjadi periode saat ini saja," jelas Wakil Ketua F-Gerindra di DPR ini.
Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman serta mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dirjen Dukcapil Sugiharto didakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam kasus e-KTP.
Keduanya didakwa telah bekerja sama dengan Andi Gustinus alias Andi Narogong sebagai penyedia barang dan jasa pada Kemendagri serta Isnu Edhi Wijaya sebagai Ketua Konsorsium Percetakan Negara. Kemudian, Diah Anggraini sebagai Sekretaris Jenderal Kemendagri.
Sekitar November 2009 hingga Mei 2015, mereka juga bekerja sama dengan Ketua Fraksi Partai Golkar saat itu Setya Novanto dan Ketua Panitia Pengadaan barang di Dirjen Dukcapil, Drajat Wisnu Setyawan. Kerja sama ini dibentuk untuk memenangkan perusahaan tertentu dalam proses pengadaan barang dan jasa proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Setya Novanto membantah terlibat dalam kasus itu. Selama pemeriksaan, penyidik hanya mengklarifikasi pertemuan di DPR.
"Saya demi Allah kepada seluruh Indonesia, bahwa saya tidak pernah menerima apa pun dari e-KTP," ujar Novanto.