Jaksa Agung Usul Ubah Kewenangan Penuntutan KPK, Ini Respons ICW

ICW menilai usulan Jaksa Agung bertolak belakang dengan keinginan pemerintah.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 14 Sep 2017, 08:15 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2017, 08:15 WIB
Pansus Hak Angket KPK Temui Jaksa Agung
Jaksa Agung HM Prasetyo memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (13/7). Pertemuan antasa Pansus dan Jaksa Agung tersebut berlangsung tertutup dengan membahas sejumlah persoalan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Koordinator bidang politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Fariz menilai, apa yang dilakukan Jaksa Agung M Prasetyo yang mengusulkan kewenangan penuntutan KPK, kontraproduktif dengan sikap Presiden Jokowi yang tak ingin melemahkan KPK.

"Sikap Jaksa Agung sebagai bagian dari pemerintah itu kontraproduktif dengan sikap Presiden yang tidak ingin melemahkan KPK," ucap Donald di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (13/9/2017).

Dia menuturkan, apa yang disampaikan Jaksa Agung bertolak belakang dengan keinginan pemerintah. Karenanya, bisa dipandang melawan Presiden Jokowi.

"Tindakan Jaksa Agung bertolak belakang dengan keinginan Presiden. Sehingga kita bisa menyebut tindakan Jaksa Agung melawan keinginan Presiden," tegas Donald.

Karenanya, dia menilai,  jika ada penegak hukum yang tidak sejalan dengan keinginan baik pemerintah. Terlebih melawan Presiden yang mempunyai niatan tak buruk, maka tidak layak lagi dipertahankan.

"Bagi kami, seorang penegak hukum yang melawan keinginan Presiden, tidak layak lagi dipertahankan jadi Jaksa Agung," tandas Donald.

Sebelumnya, Prasetyo mengusulkan agar kewenangan penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan izin dari kejaksaan terlebih dulu.

Dia membandingkan kewenangan penuntutan KPK tersebut dengan negara lain, seperti Singapura dan Malaysia.

"Kewenangan biro antikorupsi Singapura maupun Malaysia terbatas pada fungsi penyelidikan dan penyidikan saja, dan meskipun Malaysia memiliki divisi penuntutan, tapi harus tetap mendapat izin dari Kejaksaan Agung Malaysia," ujar Prasetyo saat rapat dengan Komisi III DPR.



Tidak Efektif

Dia menilai, pemberantasan korupsi di Indonesia tidak begitu efektif. Menurut dia, Kejaksaan memiliki keterbatasan terkait fungsi penuntutan kasus korupsi.

Prasetyo memandang, dengan cara seperti itu, Singapura dan Malaysia lebih efektif dan efisien dalam pemberantasan korupsi.

"Jaksa agung adalah penuntut umum tertinggi, tapi di dalam undang-undang KPK, kewenangan tersebut tidak sepenuhnya berlaku. Di Singapura dan Malaysia, tidak saling bersaing dan tidak saling menjatuhkan," kata dia.

Saksikan Video Pilihan berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya