Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengaku tak pernah mendapat laporan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait adanya dugaan mark up dalam proyek e-KTP.
Gamawan mengaku, dirinya meminta secara langsung kepada auditor BPKP untuk mengecek apakah ada penggelembungan harga atau tidak dalam proyek yang kini diduga merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
"Itulah yang saya sesalkan sekarang, kenapa dulu tidak ada laporan mark up? Padahal, dua kali diaudit BPKP," ujar Gamawan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/10/2017).
Advertisement
Gamawan hadir sebagai saksi untuk terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong. Dalam sidang, Gamawan mengaku, audit dari BPKP terkait harga perkiraan sendiri (HPS) dan mengenai proses tender atau pelelangan.
Selain BPKP, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga pernah melakukan audit pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT).
"Diperiksa BPK tiga kali enggak ada yang menyatakan ada KKN. Lalu ada laporan persaingan usaha persekongkolan, sampai menang inkrah tidak ada bukti persekongkolan," kata Gamawan.
Menurut Gamawan, jika sejak awal dirinya mendengar adanya laporan mark up dalam proyek senilai Rp 5,9 triliun, dia mengaku akan menghentikan proyek tersebut.
"Kalau saya tahu adanya mark up, pasti sudah saya hentikan," kata dia.
Dalam dakwaan dan tuntutan terhadap dua mantan Pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto, Gamawan disebut menerima aliran dana USD 4,5 juta dan Rp 50 juta terkait proyek tersebut.
Saksikan video di bawah ini: