Liputan6.com, Purbalingga - Api menjilat-jilat dari tungku bakar. Merebus ramuan sekaligus Yordan dan seorang kawan di dalam kuali raksasa.
Ini bukan bentuk penyiksaan, melainkan bagian dari metode rehabilitasi bagi korban pecandu narkoba di Pondok Pesantren Nurul Ichsan Al-Islami di Desa Karangsari, Kecamatan Kalimanah, Purbalingga, Jawa Tengah.
Baca Juga
Seperti ditayangkan Potret SCTV, Senin (30/10/2017), Yordan dan tiga puluhan santri di ponpes yang didirikan Kiai Haji Ahmad Maulana Ichsan akan melakukan senam pagi setiap harinya. Jauh dari saklek, keceriaan sontak merebak. Senyum penuh asa yang dahulu terbelenggu jerat narkotika, psikotropika, dan obat terlarang.
Advertisement
Di Pondok Pesantren Nurul Ichsan Al-Islami, Yordan dan para santri dituntut mandiri. Mandiri dalam kebersamaan dan kehangatan antarsesama korban zat-zat berbahaya penjual mimpi semu dan ilusi.
Hampir tiga tahun Yordan gabung ponpes. Sebuah perjalanan panjang untuk kembali pulih seperti remaja pada umumnya.
Data Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut 50 orang meninggal dunia setiap harinya akibat narkoba. Selain itu, 22 persen pengguna narkoba adalah anak usia sekolah hingga mahasiswa atau generasi yang kelak jadi tulang punggung negara.
Namun demikian, bangkit dari belenggu narkoba bukanah perkara mudah. Butuh cinta dan dorongan semangat agar tak lagi jadi kurcaci dalam ketakutan.
Berdiri sejak tahun 2000, Pondok Pesantren Nurul Ichsan Al-Islami telah menyembuhkan sekitar 700 pengguna narkoba. Datang dari beragam usia dan asal daerah, para santri terikat permasalahan serupa.
Sejak ditetapkan sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) oleh Kementerian Sosial, dua tahun lalu, Pondok Pesantren Nurul Ichsan Al-Islami dibantu konselor dan pekerja sosial.
Jauh dari kesan formal, berbagi kisah dengan kawan dan konselor dilakukan kapan dan di mana saja. Berlangsung santai demi mengurai akar permasalahan dan menemukan solusi.
Setiap santri di ponpes ini punya karakter berbeda. Di sinilah peran seorang bapak karena para santri sangat merindu kehangatan keluarga.
Di sini jangan harap menemukan resep berbahan kimia untuk memulihkan ketergantungan obat. Tak ada kesan kaku juga sekat berlatar belakang agama, ekonomi, daerah. Kesederhanaan tak mengungkung keceriaan.
Sementara itu, hari ulang tahun salah seorang santri jadi momen berbagi. Kebetulan bertepatan dengan Hari Santri Nasional.
Satu perhatian kecil punya arti luar biasa buat mantan pencandu. Sebab, stigma negatif di masyarakat masih kental dan lebih menyakitkan dari vonis hakim.
Selain menyembuhkan dari kecanduan narkoba, Pondok Pesantren Nurul Ichsan Al-Islami juga menyiapkan keterampilan bagi para santri. Daur ulang limbah plastik menjadi salah satu bekal wirausaha jika kembali ke masyarakat.
Cap kasar dan susah diatur dari mantan pecandu seakan sirna. Di bengkel kerja gerabah rekanan ponpes, jemari tangan para santri harus seirama dengan hati guna menghasilkan keindahan.
Sementara itu, Sabtu malam menjadi momen penting di Pondok Pesantren Nurul Ichsan Al-Islami. Sejak sore, Ustaz Ichsan membimbing para santri mempersiapkan ritual rutin, yakni penggodokan.
Butuh sekitar empat jam untuk mendapatkan suhu matang ideal ramuan. Menuangkan air tawasul atau air penuh doa jadi persiapan pamungkas.
Pantang meragu, itulah satu-satunya syarat masuk ke kuali godok. Tak ada ekspresi aneh atau tanda kulit melepuh meski santri direbus hidup-hidup.
Ustaz Ichsan percaya, prosesi ini dapat mengeluarkan racun-racun dalam tubuh bersama keringat yang bercucuran alias detoksifikasi. Dari yang awalnya untuk mengobati pasien korban ilmu hitam dan santet, terapi ini mulai diterapkan Ustaz Ichsan kepada pencandu narkoba sejak enam tahun silam.